geosurvey.co.id, JAKARTA – Pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melalui Esta Sita menjadikan kemandirian sebagai salah satu prioritasnya. Industri hulu migas diharapkan dapat berperan dalam mencapai hal tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahdalia menyatakan komitmennya untuk mendukung proyek kemandirian dengan memperkuat sektor migas. Hal ini termasuk mengatasi berbagai hambatan peraturan yang membatasi kemampuan unit tersebut. Ia meminta agar seluruh peraturan yang menghambat eksplorasi dan perluasan offtake segera dihapuskan.
Bahlil menekankan pentingnya menyatukan semua sektor agar proyek yang digagas Prabowo berhasil dilaksanakan. “Tidak ada ide atau misi Menteri, yang ada adalah ilmu dan urusan Presiden. “Kita tidak harus melakukan proyek yang bertentangan dengan pesan Presiden,” katanya kepada media.
Pemerintah memprioritaskan pemeliharaan sumur migas agar dapat segera berfungsi kembali dengan bantuan kontrak bantuan (KKKS). Selain itu, 60 persen-70 persen gas yang dihasilkan pada tahun 2026-2027 akan diarahkan untuk keperluan domestik, serta mendukung turunan dan pengembangan perusahaan gas seperti LPG C3 dan raw C4.
Selain itu, Bahlil menekankan pentingnya peran SKK Migas sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengelola industri migas. Dia meminta SKK Migas lebih fleksibel, responsif, dan proaktif dalam mendukung upaya peningkatan pengiriman dalam negeri. “Kita harus lurus dan berkumpul dengan semua orang,” katanya.
Ia meyakini prioritas Presiden terkait efisiensi energi dapat dicapai melalui kerja sama antara pemerintah, KKKS, dan swasta. Dengan integrasi ini, pemerintah memberikan sinyal kuat kepada para pelaku industri bahwa sektor migas nasional siap mencapai swasembada di masa depan dan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
“Jika penyerapannya bisa kita tingkatkan, semua pihak termasuk legislatif akan mendukung penuh upaya ini karena berdampak signifikan terhadap perekonomian yang lebih luas,” ujarnya.
Sementara itu, Komaidi Notonegoro, Direktur Reforminer Institute, memuji rencana pemerintah yang menurutnya menunjukkan jalan yang baik, terutama dalam penyesuaian permasalahan investasi dan dunia usaha.
Ia mengingatkan, tantangan terbesar industri migas adalah amandemen UU Migas yang belum rampung sejak tahun 2008.
“Keadilan adalah supremasi hukum yang utama. Tanpa ini investor sulit menemukan kebenarannya, terutama pada sektor-sektor yang membutuhkan modal besar dan risiko tinggi seperti hulu migas, jelas Komedi.
Namun, dia mengatakan, memiliki aturan tidak menjamin kesuksesan teknis dan bisnis. Industri hulu migas memerlukan penelitian yang berbasis teknologi tinggi, modal tinggi, dan manajemen risiko. “Secara teori, regulasi yang baik dapat mendukung beragam teknologi dan bisnis, namun dalam praktiknya tidak mudah untuk diterapkan,” ujarnya.
Komadi juga menunjukkan perlunya integrasi komponen yang lebih baik. Proses perizinan yang melibatkan 400 izin dari 11 perusahaan merupakan tantangan besar. Menurut dia, para pemimpin negara bisa mempercepat proses tersebut dengan memberikan perintah langsung kepada menteri terkait.
Sektor minyak dan gas darat merupakan pilar utama pasokan energi negara. Namun, untuk memaksimalkan potensi ini, diperlukan peraturan yang kuat dalam bentuk kerangka hukum, dukungan teknis yang tepat, dan lingkungan bisnis yang kompetitif. Tanpa payung hukum yang kuat, triliunan investasi bisa hilang, pungkas Komaidi.