geosurvey.co.id, JAKARTA – Menggunakan kayu ramah lingkungan sebagai bahan baku bangunan dan rumah.
Hal ini disebabkan produksi semen menggunakan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan dan menyumbang 8 persen emisi global dari total 11 miliar ton setara CO2 pada tahun 2018.
Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan emisi penerbangan yang hanya 2,4 persen.
Kalaupun kayunya kemudian diolah, pohon tersebut menyimpan karbon hingga mati. Limbah kayu yang terkubur di dalam tanah masih menyimpan karbon yang diserap selama siklus hidupnya, sehingga mengurangi gas buang yang masuk ke atmosfer yang berkontribusi terhadap pemanasan global.
Ketika jumlah bangunan yang menggunakan kayu meningkat, kapasitas penyerapan karbon pun meningkat.
Lina Karlinasari, Guru Besar Desain dan Desain Bangunan Kayu Departemen Kehutanan IPB University, mengatakan kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan harus dari jenis yang tidak dilindungi dengan kriteria tertentu, terutama keawetannya. . .
Sebagai bahan biologis, kemampuan kayu dalam menyerap karbon merupakan keunggulan yang signifikan dibandingkan bahan lainnya.
“Pohon muda sebagai sumber utama kayu memiliki penyerapan dan penyimpanan karbon lebih banyak dibandingkan pohon yang sangat tua,” kata Lina Karlinasari dalam webinar yang diselenggarakan dan diinisiasi oleh Ikatan Arsitek Indonesia-Jakarta (IAI Jakarta) dan mitranya. Kayu dalam Arsitektur Perumahan: Kekuatan, Keindahan dan Kelestarian Kayu dari Sumber yang Berkelanjutan, Senin (28 Oktober 2024).
Menurutnya, penggunaan kayu menimbulkan kesan hangat dan estetis pada keseluruhan konstruksi.
Namun bila menggunakan kayu, perlu diperhatikan bahwa sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air, arah serat, dan adanya cacat kayu.
Untuk itu sangat perlu dilakukan kegiatan yang berkaitan dengan pemilihan dan pemilahan jenis kayu sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam aturan SNI perancangan struktur kayu.
Selain itu, teknologi yang meningkatkan kualitas kayu secara kimia dan fisik merupakan salah satu alternatif untuk menghasilkan kayu dengan kualitas yang dibutuhkan.
Salah satu bahan bangunan paling ramah lingkungan, kayu memiliki emisi karbon dioksida yang rendah dan juga dapat menyimpan karbon dalam waktu lama, sehingga menghemat energi selama pemrosesan.
“Dengan teknologi dan desain yang tepat, kayu tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menjadi bahan bangunan yang kuat, tahan lama, dan ekonomis,” kata Lina.
Sementara itu, arsitek Lutfi Primantara, pendiri dan CEO CONTRACTOR ART SPACE (CAS), mengatakan pihaknya sebagai perusahaan yang bergerak di industri konstruksi dan arsitektur merasa senang dan terhormat diundang oleh IRCOMM untuk menjadi salah satu pembicara. acara webinar.
“Acara edukasi ini sejalan dengan komitmen untuk terus menggunakan material berkelanjutan khususnya kayu, karena kayu sebagai bahan struktur dan bangunan sangat erat kaitannya dengan jati diri dan nilai budaya Indonesia, sehingga arsitek Indonesia harus bekerja sepenuh hati sebagai garda depan pembangunan” untuk melindungi lingkungan alam dan kewajibannya melestarikan ciri-ciri arsitektural,” ujarnya.
Namun demikian, agar pelaksanaannya lebih realistis di lapangan, maka penting untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan para pihak dalam pekerjaan konstruksi kayu melalui pendidikan dan pelatihan secara simultan serta pembelajaran cara melakukannya secara langsung.
Dalam ceramah para narasumber webinar, kebersihan ekologis suatu bangunan dapat dinilai berdasarkan desain bangunan, bahan konstruksi, energi yang digunakan dalam bangunan, proses konstruksi dan sumber bahan konstruksi.
Ada dua alasan mengapa kayu digunakan sebagai bahan baku bangunan dan rumah ramah lingkungan.
Pertama, produksi semen menggunakan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan, yang menyumbang 8 persen emisi global dari total 11 miliar ton setara CO2 pada tahun 2018.
Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan emisi penerbangan yang hanya 2,4 persen.
Kedua, meskipun kayu diolah, pohon tersebut menyimpan karbon hingga mati. Ilustrasi (Matahari)
Limbah kayu yang terkubur di dalam tanah masih menyimpan karbon yang diserap selama siklus hidupnya, sehingga mengurangi gas buang yang masuk ke atmosfer yang berkontribusi terhadap pemanasan global.
Ketika jumlah bangunan yang menggunakan kayu meningkat, kapasitas penyerapan karbon pun meningkat.
Isra Ruddin, CEO IRCOMM Norton Capital, mengatakan: “Kami sangat senang dapat mengundang sejumlah industri untuk berkolaborasi dalam acara edukasi bagi para arsitek di Indonesia.
“Kami berharap webinar yang diprakarsai dan diprakarsai oleh IAA Jakarta dan mitranya ini dapat memberikan dampak positif bagi industri terkait, dan kami berterima kasih kepada CAS atas kesediaannya untuk berpartisipasi dalam acara ini sebagai salah satu pembicara,” ujarnya.