Laporan reporter geosurvey.co.id Dennis Destryawan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Para ekonom meminta pemerintah mendengarkan kebutuhan industri tembakau. Hal ini terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.
Sebab, rencana pengaturan keseragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang dituangkan dalam rancangan peraturan Menteri Kesehatan dinilai kontroversial.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menegaskan, regulasi terhadap industri tembakau merupakan tindakan yang dapat mematikan sektor tersebut.
Pasalnya, industri tembakau di Indonesia memiliki rantai yang panjang, mulai dari awal hingga hilir, dan melibatkan banyak pihak.
“Industri tembakau harus tetap bisa berjalan. Jangan sampai dipukul dari kiri dan kanan, terbatasnya penjualan, terbatasnya ruang merokok dan sebagainya,” ujarnya, Selasa (29 Oktober 2024), saat dikonfirmasi wartawan. .
Pemerintahan baru diharapkan memberikan perhatian khusus pada industri tembakau. Sebab, industri ini berkontribusi besar terhadap pendapatan negara dan penyerapan tenaga kerja. Pada kesempatan lain, Direktur Pusat Anggaran Indonesia Elizabeth Kusrini meminta pemerintahan Prabowa mempertimbangkan kebijakan yang lebih komprehensif.
Hal ini melibatkan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dalam industri tembakau untuk mencapai keseimbangan antara kesehatan masyarakat dan stabilitas ekonomi.
“Keterlibatan aktif seluruh pemangku kepentingan dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah kebijakan industri tembakau ke depan,” kata Elizabeth.
Elizabeth menyarankan agar pemerintahan baru mempertimbangkan kembali dan menghentikan proses perumusan aturan tersebut.
Proses penyusunan rancangan peraturan Menteri Kesehatan, termasuk aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, harus dikaji ulang, dimulai dengan dialog terbuka dengan industri tembakau, profesional kesehatan, dan masyarakat sipil guna mencari solusi yang lebih adil. larutan.
Upaya ini diperlukan untuk mencapai kebijakan yang seimbang antara pengendalian konsumsi rokok dengan dampak ekonomi yang ditimbulkannya.
Selain itu, Alžbeta menilai PP 28/2024 dan rancangan peraturan Menteri Kesehatan berpotensi menekan pendapatan negara dari pajak rokok.
Faktanya, pajak rokok merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting, data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2023, akan diperoleh penerimaan yang besar dari cukai tembakau sebesar Rp 213,48 triliun.
Implementasi tersebut baru mencapai 91,78 persen dari APBN 2023 atau 97,61 persen dari target Perpres No. 75/2023, dimana penerimaan pajak hasil tembakau selalu meningkat pada tahun-tahun sebelumnya dan berhasil mencapai target.
Alžbeta melanjutkan, jika rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam usulan Menteri Kesehatan diterapkan, maka pertumbuhan peredaran rokok ilegal berpotensi semakin meningkat dan dampaknya tentu saja akan sangat besar. pengurangan negara. pendapatan dari pajak rokok dan pajak lainnya yang berkaitan dengan industri tembakau.
“Penurunan pendapatan akan berdampak langsung pada kemampuan pemerintah membiayai program pembangunan yang mendukung pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Selain itu, PP 28/2024 dan rancangan peraturan Menteri Kesehatan juga dapat berdampak negatif terhadap lapangan kerja di Indonesia.
Sebab, industri tembakau tidak hanya menyumbang pendapatan negara tetapi juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.