Laporan reporter geosurvey.co.id Nitis Hawaroh
geosurvey.co.id, JAKARTA – Ekonom dan Direktur Eksekutif Center for Economic and Legal Studies (Celios) Bhima Yudhistira meyakini daya beli masyarakat akan menurun jika pemerintah menaikkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen pada Januari 2015.
Menurutnya, masyarakat kelas menengahlah yang pertama kali terkena dampak kenaikan harga pangan dan di satu sisi sulitnya bekerja. Tahun depan akan diterapkan PPN sebesar 12 persen.
“Dengan kekhawatiran bahwa belanja publik akan turun, penjualan produk sekunder seperti elektronik, kendaraan, dan drone mungkin melambat. Sasaran sasaran ini adalah kelas menengah dan diperkirakan 35 persen konsumsi domestik nasional bergantung pada konsumsi. kelas menengah,” kata Bhima saat dihubungi Tribunnews, Selasa (19/11/2024).
Selain itu, Bhima mengatakan kenaikan PPN sebesar 12 persen juga berdampak pada pelaku usaha. Hal ini akan berdampak pada turnover dan pada akhirnya terjadi penyesuaian kapasitas produksi hingga jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan berkurang.
“Kami khawatir tarif PPN akan naik, sehingga berujung pada PHK di berbagai sektor,” kata Bhima.
Untuk itu, Bhima menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen yang mengancam pertumbuhan ekonomi yang sebagian besar disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga.
“Pola konsumen juga akan berubah. Opsi pertama adalah membeli barang yang lebih murah. Opsi kedua adalah menunda pembelian barang sekunder dan tersier,” kata Bhima.
“Opsi ketiga adalah membeli lapak atau penjualan informal yang tidak dikenakan PPN. Jika opsi kedua dan ketiga terjadi, maka potensi kehilangan pendapatan sangat besar.”
“Jadi kenaikan tarif PPN akan menyebabkan peningkatan aktivitas perekonomian negara.”
Bhima menegaskan, kenaikan PPN sebesar 12 persen bukan merupakan pembayaran atas peningkatan pendapatan negara. Padahal, hal ini bisa mengancam pertumbuhan ekonomi.
Jelas menaikkan tarif PPN bukan solusi untuk meningkatkan penerimaan negara. Kalau konsumsi melambat, maka penerimaan negara dari berbagai pajak, termasuk PPN, justru akan terdampak, ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikabarkan menyatakan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan tetap dilaksanakan sesuai undang-undang (UU). . ).
Dalam operasi bersama Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan publik didasarkan pada kondisi berbagai pihak.
PPN sebesar 12 persen itu tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HEC) yang dirancang pada tahun 2021. Pemerintah telah memperhatikan kondisi kesehatan dan kebutuhan dasar masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Artinya, ketika kita mengambil keputusan di bidang perpajakan, termasuk LAKE, itu acak, tidak asal-asalan, dan seolah-olah kita tidak ada penegasan atau perhatian pada bidang lain, seperti kesehatan, bahkan saat itu masuknya pajak. sembako,” Sri Mulyani. katanya.