Laporan Jurnalis geosurvey.co.id, Ismoyo
geosurvey.co.id, JAKARTA – Kinerja perekonomian wilayah Papua disebut-sebut mengalami pertumbuhan terbaik dalam 10 tahun terakhir.
Staf Khusus Presiden Bidang Pendidikan, Inovasi dan Luar Negeri, Billy Mambrasar menyatakan, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Papua berkisar antara 4 hingga 6 persen setiap tahunnya.
Tak hanya itu, angka kemiskinan di Papua juga mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir.
“Kalau bicara ekonomi, kita harus pakai indikator. Di Papua memang masih miskin, tapi kalau dilihat dari angka kemiskinan yang menurun dari tahun 2014 hingga 2024, itu banyak,” kata Billy kepada Kantor Tribunnews. Jakarta, Jumat. (11.10.2024).
“Pertumbuhan ekonomi 4 sampai 6 persen per tahun. Bayangkan saja dari tahun 2014 sampai sekarang,” lanjutnya.
Billy melanjutkan, peningkatan aktivitas perekonomian di Bumi Cendrawasih tidak lepas dari berbagai infrastruktur yang dibangun.
Pertama, infrastruktur seperti jalan dan jembatan telah memberikan kontribusi positif terhadap mobilitas dan efisiensi biaya.
Contoh infrastruktur yang dibangun adalah Jembatan Holtekamp di Teluk Jayapura.
Keberadaan jembatan ini mampu mempersingkat waktu tempuh Hamadi hingga Holtekamp.
“Di Provinsi Papua yang dibangun infrastrukturnya, dibuka jembatan Holtekamp di Jayapura yang menghubungkan titik-titik di sana sebelum kami melangkah terlalu jauh. Kami menempuh jarak yang tidak biasa, memakan waktu berjam-jam dan kurang dari 1 jam,” ujarnya. dia menjelaskan. Billy.
Kedua, program yang paling berdampak adalah Tol Laut. Sebuah konsep transportasi laut yang digagas oleh Presiden Joko Widodo, proyek ini bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar di nusantara.
Ketiga, BBM Satu Harga dengan banyak titik di Papua.
Program BBM Satu Harga merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk mencapai keadilan sosial dengan memberikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sama di seluruh Indonesia.
Program ini telah memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, terutama di wilayah terpencil, terpencil, dan tertinggal (3T), serta wilayah kepulauan yang seringkali kesulitan mengakses bahan bakar yang terjangkau.
Harga solar bersubsidi di Papua diketahui Rp 6.800 per liter. Sebelum adanya program BBM Satu Harga, harganya bisa mencapai Rp 50.000 per liter.
“Dengan mengurangi jumlahnya dari Rp. 50.000 per liter kami mencapai Rp. 6.000, membantu masyarakat untuk bisa beraktivitas seperti UKM yang menjual gorengan, petani yang mengangkut hasil kebun tidak membayar pajak yang tinggi,” ujarnya. Billy.
Lanjutnya, indikator perekonomian Papua yang positif juga tercermin dari Pendapatan Asli Daerah (PRI).
Meski demikian, bukan berarti permasalahan di Papua sudah selesai total. Melainkan bagian dari pemberdayaan wilayah Papua.
Pendapatan awal Papua meningkat dari Rp2,7 triliun menjadi Rp4,3 triliun dan angka kemiskinan menurun, jelas Billy.
Namun tidak semua persoalan bisa diselesaikan, itu namanya pembangunan, masyarakat harus paham, pembangunan ini sebuah perjalanan, yang penting jalan itu benar, tutupnya.