Reporter geosurvey.co.id Fersianus Vacu melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Wakil Ketua Badan Anggaran DPR sekaligus anggota Komisi Pajak (HPP).
Hal itu disampaikan Vihadi Viyanto menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi.
Menurut Vihadi, Dolphy, selaku Ketua Panitia Kerja (Panja) UU Pembangkit Listrik Tenaga Air, rupanya kurang teliti membaca pasal terkait.
Dalam penilaiannya, Dolphy hanya mempertimbangkan Pasal 7 ayat (3), namun mengabaikan Pasal 7 ayat (4) yang memberikan pembatasan perubahan tarif PPN.
“Sebagai Ketua Panji, dia tidak memahami undang-undang ini, yang jelas ketika dia membaca Pasal 7 ayat (3), dia tidak membaca ayat (4) secara lengkap,” kata Vihadi dalam keterangannya, Minggu (22/). 12). /). 2024).
Vihadi menjelaskan, sesuai Pasal 7 ayat (4) UU Pembangkit Listrik Tenaga Air, perubahan tarif PPN dari 5 menjadi 15 persen hanya dapat dilakukan melalui keputusan pemerintah (GR) dengan persetujuan DPR saat pembahasan Rancangan Pendapatan Negara. dan Anggaran Belanja (RAPRB).
Oleh karena itu, dia menegaskan, pemerintah tidak mempunyai kemampuan untuk menurunkan tarif PPN tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan.
“Pada ayat (4) kalau kita baca, itu adalah Keputusan Pemerintah yang dapat disahkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR untuk menentukan perkiraan penerimaan pajak antara 5-15 persen, jadi di sini dikatakan bahwa PP tersebut dapat disetujui DPR dan pemerintah “pembangunan APBN tidak bisa dihentikan begitu saja,” tegas Vihadi.
Vihadi juga mengingatkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 telah disepakati pemerintah dan DPR periode 2019-2029, sehingga pada tahap ini belum ada peluang untuk mengubah tarif PPN.
Vihadi menilai pernyataan Dolphy merupakan kebohongan publik. Dolphy diduga sengaja menghasut masyarakat agar menganggap pemerintah tidak memihak rakyat, padahal UU Pembangkit Listrik Tenaga Air merupakan produk sah yang digagas kelompok PDIP.
“Jadi ini bentuk hasutan karena situasi saat ini, agar masyarakat tergerak menuntut pembatalan PPN ini,” tegasnya.
Dolphy sebelumnya membantah tudingan Partai Gerindra yang menyebut partainya menginisiasi kenaikan PPN hingga 12 persen melalui UU Pembangkit Listrik Tenaga Air 2021.
Dolphy menjelaskan, UU Energi Air merupakan rencana Presiden Joko Widodo atau pemerintahan Jokowi yang telah disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021.
“UU HPP merupakan rancangan undang-undang pemerintahan Jokowi yang telah disahkan DPR pada 5 Mei 2021,” kata Dolphy saat dikonfirmasi, Minggu (22/12/2024).
Ia menegaskan, delapan partai di DPR, termasuk Partai Gerindra, sepakat mengesahkan UU Pembangkit Listrik Tenaga Air pada 7 Oktober 2021. Satu-satunya kelompok yang menolaknya adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dolphy menjelaskan, UU HPP merupakan omnibus law yang mengubah ketentuan beberapa undang-undang, antara lain UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (GPR), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU PPN, dan Cukai. .
Selain itu, UU HPP juga mengatur tentang Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon.
Salah satu aspek penting dalam UU Pembangkit Listrik Tenaga Air adalah ketentuan tarif PPN mulai tahun 2025 menjadi 12 persen, naik dari tarif saat ini sebesar 11 persen. Wakil Ketua Komisi Fraksi XI DPR PDIP Dolfi Otniel Frederick Palit ( istimewa / Tribun Solo)
Namun Dolphy menegaskan, pemerintah diberi kesempatan untuk menyesuaikan pajak antara 5-15 persen tergantung keadaan perekonomian nasional sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (3).
“Hal ini dikarenakan kenaikan atau penurunan tarif PPN sangat bergantung pada keadaan perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai peluang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN (lebih tinggi atau lebih rendah),” jelasnya.
Dolphy mengingatkan, pemerintahan pimpinan Presiden Prabowo Subianto nantinya bisa memutuskan untuk mempertahankan tarif PPN di angka 12 persen atau melakukan penyesuaian.
Namun, ia menekankan kebijakan perpajakan harus fokus pada kinerja perekonomian nasional, pertumbuhan berkualitas, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan lapangan kerja, dan efisiensi belanja pemerintah.