Laporan reporter geosurvey.co.id, Aisyeh Nursiamsi
geosurvey.co.id, JAKARTA – Gigi retak bisa terjadi pada siapa saja.
Gigi retak biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri, terutama saat mengunyah atau menggigit makanan.
Namun, tidak perlu khawatir. Perawatan gigi retak tidak selalu memerlukan pencabutan.
Hal tersebut diungkapkan dokter gigi spesialis perawatan gigi RS Pondok Indah – Puri Indah, drg. Sayang Iland
“Gigi retak tidak harus selalu dicabut,” ujarnya di Pondok. “Kita periksa dulu seberapa dalam retakannya, ukurannya. Lalu gejala pasiennya apa dan sebagainya, perlu faktor pendukungnya.” Channel YouTube RS Inda diberitakan pada Senin (1/1/2025).
Diperlukan beberapa faktor pendukung seperti rontgen.
Selain itu, dr Hani juga menjelaskan gejala gigi retak.
Gigi retak biasanya sangat sensitif jika meminum minuman dingin.
Kemudian ia merasa pasien sedang meminum minuman dingin atau manis.
“Rasanya sakit sekali saat mengunyah makanan. Lalu kalau ada retakan pada gigi yang sudah mati, tidak terasa seperti gigi hidup,” imbuhnya.
Seperti ketidakpekaan terhadap panas.
Lalu apa penyebab gigi retak?
Menurut dr Hani, penyebab gigi retak bermacam-macam. Seperti kebiasaan mengunyah benda keras, misalnya es batu.
Perilaku ini dapat meningkatkan kemungkinan retak.
Jika gigi berlubang dan tertutup juga sangat mudah menimbulkan retakan.
Alasan lainnya adalah jika gigi dicabut dan tidak diganti, bebannya bertambah.
Jadi kalau dipakai untuk dikunyah, mudah sekali retak.
Untuk penanganan lebih lanjut, Anda harus mencari tahu terlebih dahulu apa penyebab retakan tersebut.
Setelah itu diperiksa apakah gigi tersebut bisa ditambal atau tidak.
Jika terdapat nyeri yang berulang dan tidak kunjung berhenti, sebaiknya dilakukan perawatan saluran akar terlebih dahulu.
Kemudian, cukup tempelkan veneer untuk melindungi gigi.
Tujuannya agar kesenjangan tidak semakin besar.
“Kalau gigi retaknya besar, biasanya terasa seperti goyang. Lalu terbelah sampai ke akarnya. Gigi palsu” katanya.