Laporan reporter geosurvey.co.id Fahmi Ramadhan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Anggota majelis hakim Mulyanto Dwi Purwanto menyoroti permasalahan meningkatnya penambang ilegal yang kerap beroperasi di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
Alhasil, Mulyanto malah mempertanyakan siapa pemodal dan penguasa besar yang mendalangi para penambang ilegal tersebut.
Hal itu diungkapkan Mulyanto saat memeriksa mantan General Manager (GM) Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung, Achmad Syamhadi, saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/21). ). 11/2024).
Syamhadi memberikan kesaksiannya untuk dua terdakwa, yakni Senior Manager PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dan Manager Pengembangan Bisnis PT RBT Reza Andriansyah.
“Jadi, soal sulitnya penertiban penambang ilegal seperti GM, apakah penambang ilegal itu punya back-up, apakah ada yang menampungnya, apakah ada investor besar, apakah ada otoritas besar di baliknya?” tanya hakim.
Mendengar pertanyaan tersebut, Syamhadi menjelaskan, berdasarkan keterangan tim Divisi Keamanan PT Timah, penambang ilegal mendapat modal dari pihak tertentu.
Hanya saja Syamhadi mengaku belum mengetahui siapa sosok yang selama ini memberikan modal kepada penambang liar tersebut.
“Setelah berdiskusi dengan Kabag Keamanan, pernyataan dari Divisi Keamanan usai patroli, umumnya penambang bermodal besar,” kata Syamhadi.
“Oh, itu huruf kapital ya? Siapa pemodal besar itu?” tanya hakim.
“Saya tidak tahu,” kata Syamhadi.
Tak berhenti sampai disitu, hakim kembali mencoba mengungkap sosok pemodal di balik penambang ilegal tersebut.
Salah satu tokoh yang ditanyakan hakim adalah apakah nama pengusaha Tommy Winata itu penambang ilegal atau bukan.
Pasalnya, kata Hakim, nama pengusaha tersebut kerap diisukan menjadi pemodal bagi penambang ilegal.
“Entahlah, pernah dengar Tommy Winata?
“Entahlah,” jawab Syamhadi.
“Entahlah, pokok bahasannya begitu, direksinya begitu?” Hakim bertanya.
“Saya tidak tahu, Yang Mulia,” kata Syamhadi.
Lalu, tak hanya menanyakan soal investor, saat itu hakim juga menanyakan apakah ada pihak yang selama ini mendukung penambang ilegal tersebut.
Pasalnya, hingga saat ini para penambang diketahui masih sering kembali menambang di IUP PT Timah meski sudah beberapa kali diterbitkan.
Namun lagi-lagi Syamhadi mengaku tidak mengetahui siapa yang melindungi para penambang liar tersebut.
“Atau apakah Kantor Polisi Otonom memberikan dukungan?” Hakim bertanya
“Saya tidak tahu, Yang Mulia,” pungkas Syamhadi.
Sebagai informasi, berdasarkan tudingan Kementerian Umum, kerugian negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp300 miliar.
Perhitungan tersebut berdasarkan laporan pemeriksaan perhitungan kerugian keuangan negara pada berkas timah yang tercantum dalam nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa antara lain kerugian atas kerja sama penyewaan peralatan dan pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkap kerugian negara akibat kerusakan lingkungan mencapai Rp271 triliun. Hal ini sesuai perhitungan para ahli lingkungan.