Wartawan geosurvey.co.id Rahmat W Nugraha melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Saksi Jaksa Penuntut Umum (JPU) memeriksa mantan General Manager (GM) PT Antam Tbk, Abdul Hadi Avicena, soal alasan penunjukan Endang Kumoro sebagai Kepala Butik Surabaya.
Jaksa menanyakan apakah perekrutan tersebut dilakukan dengan uji tuntas.
Hal itu terungkap pada Jumat (6/12/2024) saat sidang Kasus Tipikor Rekayasa Jual Beli Emas Antam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPICOR) Jakarta Pusat.
“Saya mau tanya sekarang, apa yang diketahui saksi tentang profil Endang Kumoro sehingga bisa diangkat menjadi bos Surabaya I Boutique?” tanya Jaksa Abdul Hadi dalam persidangan.
Mantan GM PT Antam ini menjelaskan, penunjukan tersebut dilakukan atas usulan Manajer Retail BELM Surabaya 01 Nuning.
“Iya, itu rekomendasi Bu Nuning ke Endang Kumoro dan ada juga berkas yang menyebutkan Endang Kumoro adalah bos butik tersebut,” jawab Abdul.
Ia mengatakan Endang Kumoro di toko sebelumnya lebih besar dibandingkan toko di kantor pusat di Jakarta.
Lalu ada hasil evaluasi sebelumnya, evaluasi dari marketing, manajer dan sebagainya. Profilnya cocok sekali buat saya, jelasnya.
Jaksa kembali menanyakan apakah GM telah melakukan uji tuntas saat menunjuk Endang Kumoro sebagai kepala butik tersebut.
“Bu Nunning dan Pak Joseph melakukannya karena ingin rekomendasi. Lalu kalau ada catatannya, GM juga melakukan uji kelayakan dulu,” jelasnya.
Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said, melakukan korupsi pembelian emas lebih dari 7 ton PT Antum.
Jaksa penuntut umum membacakan dakwaan pada sidang perdana Budi Said di Pengadilan Pidana Korupsi (TPICOR) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Budi Said melakukan pembelian emas dalam jumlah besar pada Maret 2018 hingga Juni 2022 di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam.
Sedangkan broker pembelian emas Budi Syed adalah Exy Angreni.
BELM pun mengaku bertanggung jawab atas kekurangan emas di Surabaya 01 Antam.
Perbuatannya dilakukan bersama sejumlah pengurus BELM Surabaya 01, Ahmed Purwanto, Endang Kumoro, dan Misdianto.
Perkara mereka disidangkan dan divonis bersalah oleh majelis hakim dan tiga mantan pengurus BELM Surabaya 01 di Pengadilan Negeri Surabaya di Exi.
Hingga kemudian upaya hukum diajukan ke PT Surabaya.
Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya selanjutnya menerapkan hukum yang lebih tegas dibandingkan putusan Pengadilan Tipikor Surabaya sebelumnya.
Sementara ketiga terdakwa Endang Kumoro, Ahmed Purwanto, dan Misdianto masing-masing divonis 9 tahun penjara, Putusan Nomor 11/PID.SUS-TPK/2024/PT SBY dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara.