Hal itu diberitakan Jurnalis Tribunnews Fahmi Ramadan.
geosurvey.co.id, JAKARTA – Dalam persidangan Harvey Moise, jaksa penuntut umum (JPU) bungkam saat majelis hakim menanyakan perhitungan kerugian negara sebesar Rp 271 triliun dalam kasus korupsi pengelolaan klien.
Momen tersebut diawali dengan Direktur Pengembangan Bisnis PT Refined Bangka Tin (RBT) Reza Andriansia berbicara mengenai proyek reklamasi dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dilaksanakan perusahaannya sebelum merger dengan PT Timah Tbk.
Dalam pemaparannya, Reza menyampaikan bahwa proyek tersebut dilaksanakan melalui kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pemerintah daerah.
Klarifikasi informasi tersebut Reza saat tampil sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi yang melibatkan terdakwa Crazy Rich Helena Lim, mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mokhtar Riza Pahlavi, Chief Financial Officer PT Timah Tbk Emil Ermindra, dan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan di Pengadilan Pemberantasan Korupsi. Korupsi Jakarta.
“Proyek pembangunan berkelanjutan ini merupakan kemitraan publik. Jadi kami undang LSM Telapak, lalu kami undang pemerintah daerah yang terlibat di bidang pertanian dan peternakan,” kata Reza.
Namun saat Reza menjelaskan rencananya, Hakim Ponto langsung mengambil alih.
Hakim kemudian bertanya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) apakah keterangan yang diberikan Reza ada kaitannya dengan dakwaan yang diajukan sebelumnya.
Selain itu, hakim juga mempertanyakan apakah kerugian lingkungan akibat korupsi termasuk dalam izin usaha pertambangan (IUP) PT RBT atau tidak.
“Hakim perintahkan kerusakan lingkungan $300 triliun, dampak lingkungan Rp 271 triliun di IUP PT RBT? Hitung seluruh IUP dan bagaimana cara yang benar? Untuk yang dijelaskan adalah IUP PT. RBT,” tanya hakim. . .
Saat pertanyaan hakim diterima, hakim hanya diam dan tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut.
Namun belum lama ini, jaksa menyebutkan kerugian masyarakat di luar IUP PT Timah Tbk mencapai triliunan dolar.
Terkait hal itu, JPU menyatakan perhitungan besaran kerugian harus dijelaskan oleh saksi ahli saat pihaknya hadir di pengadilan.
“Jadi dalam perhitungan ahli ada banyak faktor, termasuk di luar ILP PT Timakh. Tapi ada kaitannya, nanti akan dijelaskan ahli,” jawab jaksa.
Sebagai tanggapan, penasihat hukum Helena Lim mengatakan dia akan meminta pendapat ahli mengenai tingkat kerusakan lingkungan dalam kasus ini.
“Ke depan mungkin akan dipertimbangkan dalam laporan ahli, tapi yang kami lihat di sana berdasarkan bukti-bukti dalam dakwaan adalah ILP dan bukan ILP, Yang Mulia,” kata Menteri Kehakiman Elena.
Sekadar informasi, berdasarkan dakwaan jaksa, kerugian negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun.
Perhitungan tersebut berdasarkan laporan pemeriksaan perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus timah dengan nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei.
Kerugian pemerintah yang dituntut penggugat adalah kerugian asosiasi atas sewa peralatan dan biaya parfum.
Tak hanya itu, penggugat juga menyebut belanja pemerintah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang mencapai Rp 271 triliun. Hal ini telah diperhitungkan oleh para ahli lingkungan.