Pandemi Covid-19 membuat banyak aktivitas masyarakat terhambat akibat pembatasan tatap muka. Hilangnya pandemi membuat masyarakat bisa kembali beraktivitas normal, termasuk konser musik yang sempat vakum selama beberapa tahun. Beberapa kegiatan konser musik lokal seperti konser Dewa 19, Sheila on 7 dll telah bermunculan. serta artis luar negeri seperti Coldplay, Blackpink, Bring me the horizon dan beberapa artis fenomenal lainnya yang pernah berkunjung ke Indonesia untuk menggelar konser.
Di balik megahnya konser yang dihadirkan, tentu saja banyak teriakan dan teriakan dari para pengguna yang tidak bisa menikmati konser tersebut karena kendala teknis dan non teknis. Meski lama menunggu idolanya datang ke Indonesia. Harga tiketnya pun tidak murah, pengguna harus merogoh kocek dalam-dalam, misalnya untuk konser Coldplay harga terendah Rp 800.000 dan tertinggi Rp 11.000.000, untuk konser Blackpink harga terendah 1 Rp 350.000 dan tertinggi adalah Rp 3.800.000.
Hanya pada tahun 2023. YLKI menerima 4 pengaduan dari pengguna, dan pada awal Desember 2024. pengaduan konsumen sendiri bertambah menjadi 8 pengaduan konsumen dan 1 pengaduan kelompok yang mewakili sekitar 900 konsumen. Keluhan konsumen yang terpadu
Keluhan yang disampaikan antara lain sulitnya mengakses situs tiket militer dan akhirnya tidak menerima tiket. Tentu saja persoalan tiket tidak berhenti sampai disitu saja. Pengguna berusaha mencari tiket dengan cara lain, salah satunya melalui calo. Kemudian timbul permasalahan sebagai berikut, misalnya pada kasus konser Coldplay yang penontonnya mencapai lebih dari 50.000, banyak juga pengguna yang ditipu calo, bahkan tersangka divonis 3 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena terbukti menggelapkan 2268 tiket konser Coldplay senilai Rp 5,1 miliar.
Isu kedua, pengguna juga mengeluhkan venue konser yang tidak bisa menampung hingga beberapa konser dibatalkan hingga selesai. Misalnya saja konser Bring Me The Horizon yang terpaksa dihentikan mendadak di tengah jalan karena para artisnya merasa venue berisiko terhadap keamanan. Pada akhirnya, pengguna harus menerima pil pahit karena tidak bisa menyaksikan konser tersebut hingga akhir. Persoalan lainnya adalah perpindahan gedung konser secara tiba-tiba, seperti kasus perpindahan konser Ed Sheeran dari Stadion GBK ke Stadion JIS.
Permasalahan ketiga terkait pengembalian uang tiket konser yang tidak terlaksana. Namun sayang, pengguna tidak tahu ke mana mendapatkan uangnya kembali karena pihak penyelenggara sudah kabur. Ingat kasus konser musik NDX AKA dan Guyon Waton di Pasar Kemis Tangerang yang tidak terlaksana karena EO gagal memenuhi kewajiban membayar artis. Pada akhirnya, tidak ada konser, dan para pengguna mengamuk. Sasarannya adalah peralatan milik pedagang yang dibakar massa. Hak apa yang dimiliki pengguna konser?
Pertama, hak atas informasi: Pengguna berhak menerima informasi yang benar, jelas dan jujur ​​mengenai penyelenggaraan konser musik. Berdasarkan harga tiket, lokasi pembelian tiket, tempat konser, daftar artis dan informasi detail lainnya yang akan diberikan oleh penyelenggara. Sehingga pengguna mendapatkan informasi yang lengkap tanpa kebingungan.
Kedua, mengenai hak keselamatan, kenyamanan dan keamanan: EO sebagai penyelenggara sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1999 untuk perlindungan konsumen termasuk dalam kategori pelaku usaha. Jika berani menjual jasa konser, EO juga harus bisa menjamin keselamatan dan keamanan penggunanya sebelum konser, seperti mengantri untuk masuk konser, melanjutkan saat konser, dan terakhir saat konser selesai. . EO harus menjamin keselamatan dan keamanan pengguna. Jika terjadi sesuatu yang berkaitan dengan keselamatan pengguna, itu adalah tanggung jawab EO. Selain itu, untuk menjamin keselamatan dan keamanan pengguna, EO harus menghitung dengan benar kapasitas venue agar tidak menjual tiket melebihi kapasitas.
Ketiga, mengenai kompensasi dan kompensasi: Jika konser tidak berlangsung sesuai janji EO, seperti pembatalan konser, pengguna tidak hanya akan menerima pengembalian dana penuh sebesar 100% dari harga tiket, tetapi juga berhak menerima kompensasi. /kerusakan.
Keempat, mengenai hak untuk menyampaikan keluhan: penyelenggara konser harus memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada konsumen untuk menyampaikan keluhan terhadap penyelenggaraan konser. Hotline pengaduan dapat dikomunikasikan kepada pengguna bahkan sebelum konser dimulai, sehingga ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, pengguna dapat mengajukan pengaduan dan mendapatkan respon yang cepat.
Kelima, hak-hak pengguna yang rentan (impairments): Keberadaan pengguna yang rentan di ruang konser harus dipertimbangkan secara cermat oleh penyelenggara. Pengguna penyandang disabilitas tentunya mempunyai kebutuhan khusus, oleh karena itu EO harus siap memberikan fasilitas bagi pengguna berkebutuhan khusus, mulai dari akses, tempat duduk hingga toilet, agar hak-haknya sebagai pengguna juga dapat terpenuhi. Perubahan sistem penyelenggaraan konser
Konser menjadi komoditas seksi untuk menarik konsumen. Namun sayangnya, banyak penyelenggara yang tidak handal dalam menerapkannya. Meski banyak konser yang sukses dan mendapat rating penggemar, namun yang terpenting ke depan adalah bagaimana memperbaiki sistem penyelenggaraan konser agar lebih baik.
Legalitas dan perizinan dari EO perlu diperhatikan, apalagi untuk event-event besar, tentunya hasil dari EO juga berpengaruh besar terhadap suksesnya konser tersebut. Pemerintah sebaiknya mulai memantau dan mengendalikan EO di Indonesia agar acara-acara besar tidak diselenggarakan oleh EO yang tidak memiliki pengalaman atau bahkan memiliki hasil yang buruk. Memikirkan kembali skema sertifikasi promotor oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bisa menjadi pilihan untuk melindungi konsumen konser.
Dengan regulasi hukum yang kuat, sistem penyelenggaraan konser dari atas hingga bawah pasti akan semakin membaik. Hal ini akan mengarah pada perlindungan pengguna dan membuat mereka nyaman dan aman saat menonton konser