Laporan reporter geosurvey.co.id Aisyah Nursyamsi
geosurvey.co.id, JAKARTA- Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan dengan video antara guru dan siswa di Gorontalo yang viral.
Orang-orang di media sosial pun mengomentari apakah tindakan seksual ini dilakukan atas dasar suka sama suka.
Warga sekitar mengira yang pertama mengajukan diri melakukan pekerjaan tersebut adalah seorang siswa PTT, dan yang melakukannya adalah gurunya DV (57).
Dalam pandangan tersebut, psikolog dan ginekolog klinis Zoya Amirin M. Psi., FIAS menyinggung soal penitipan anak.
Pengasuhan anak sendiri merupakan upaya menjalin ikatan emosional dengan anak atau remaja agar dapat memanfaatkannya.
Seringkali proses ini sangat mahal.
Siapapun bisa melakukan aktivitas ini, baik itu guru, pelatih fitnes atau pemula.
“Untuk semacam dekorasi. Pada dasarnya kita memanipulasi orang untuk mendapatkan hal-hal seksual yang kita inginkan,” ujarnya dalam Kemencast #98 di kanal YouTube Kementerian Kesehatan, Selasa (8/10/2024).
Perlu juga dicatat bahwa anak-anak mungkin tidak setuju bahwa orang tuanya tidak boleh bekerja sampai mereka berusia 18 tahun.
Artinya semua keputusan harus diambil oleh orang tua.
Makanya mereka saling sayang kalau anaknya kabur. Berapa umurnya, 15? Tidak mungkin, itu tanggung jawab orang tua.
“Anak-anak (tidak lagi) bisa berpikir bahwa hukum bisa memutuskan,” lanjutnya.
Menurut Zoya, pelaku kekerasan perlu tahu bahwa mereka hanya orang dewasa dan tidak boleh melakukan pelecehan terhadap anak di bawah umur.
“Kita harus ngomong ke masyarakat. Seperti kasus siswi di Gorontalo. Banyak yang dikritisi. Jadi gadis ini mengalami penyelamatan,” ujarnya.
Penyembuhan dari suatu penyakit adalah sesuatu yang membuat orang tersebut kembali sebagai korban permanen.
Selain soal pengasuhan anak, Zoya juga terdampak dengan adanya relasi kuasa dalam kasus tersebut.
“Ikatannya kuat. Gara-gara gurunya. Dia takut. Jadi gimana pendapatnya? Kenapa ada yang bilang dia bahagia sekali? Biarpun dia suka, apa pun itu, kamu sudah dewasa, kamu tidak.” Jangan mengambil keuntungan dari anak-anak kecil,” katanya.
Apalagi saat kita masih muda, prefrontal cortex (PFC) belum berkembang sempurna.
PFC adalah bagian otak yang bertanggung jawab atas fungsi eksekutif dan kognisi tingkat tinggi.
Zoya pun mencontohkan kasus siswi di Gorontalo dan film Lolita tahun 1997.
Lolita ada di sana, masih anak-anak, dan ayahnya memiliki pengalaman dalam mengasuh anak.
“Sepertinya dia mendapat cinta dari ayahnya. Dia bahkan menikah dengan ibu Lolita. Untuk lebih dekat dengan Lolita. Menakutkan bukan?” lanjutan.
Zoya mengatakan, kasus hukuman mati tanpa pengadilan terjadi karena kesengajaan si pembunuh, sehingga masyarakat diminta berhenti melanggengkan budaya menyalahkan korban.
“Orang yang sakit harus segera mencari pertolongan, dan anak-anak yang sudah bertunangan harus bisa menjelaskan hal ini kepada orang tuanya dengan baik,” kata Zoya.