Laporan jurnalis geosurvey.co.id Aisya Narsyamsi
geosurvey.co.id, JAKARTA – RT-PCR (Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction) yang biasa digunakan untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, menurut narasi yang beredar luas, hanyalah kegiatan screening. Asidosis.
Narasinya mengklaim tes PCR bukanlah cara mendeteksi keberadaan virus.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr MPH SP Muhammad Syahril mengatakan gambaran tersebut tidak benar.
Uji Amplifikasi Asam Nukleat (NAAT) merupakan metode uji laboratorium yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai standar emas untuk mendukung diagnosis penyakit seperti COVID-19.
Tes PCR merupakan tes diagnostik yang menggunakan metode uji amplifikasi asam nukleat yang sangat akurat untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2.
Tes NAAT diakui sebagai standar emas untuk skrining virus COVID-19.
Tes ini mencari keberadaan materi genetik virus (asam ribonukleat atau RNA) atau fragmennya ketika virus terurai.
PCR adalah tes yang andal dan akurat untuk mendeteksi infeksi aktif.
Biasanya, tes PCR memerlukan waktu beberapa jam untuk mendapatkan hasilnya, meskipun tersedia juga versi yang lebih cepat.
Selain COVID-19, tes PCR bisa digunakan untuk mendeteksi penyakit menular yang disebabkan oleh virus lain.
Sampel diambil berupa air liur, lendir atau jaringan kemudian diuji di laboratorium.
“Tes PCR sudah digunakan secara internasional. PCR merupakan suatu alat atau metode untuk mendeteksi keberadaan suatu virus. “Melalui tes PCR, kita bisa mendeteksi patogen penyebab penyakit tersebut,” kata Siehril dalam laman resmi Kementerian Kesehatan, Selasa (22/10/2024).
“Misalnya pada tes Mpox. “Kita bisa melakukan tes PCR secara dini dan mendeteksi bahwa patogen penyebab MPX pasti virus,” lanjutnya.
Langkah selanjutnya, jika ingin mengetahui jenis varian virus apa yang dimiliki setelah tes PCR, bisa dilakukan tes pengurutan genom darah lengkap atau Whole Genom Sequencing (WGS).
Tes ini digunakan untuk mengurutkan genom virus SARS-CoV-2.
Pengurutan genom SARS-CoV-2 memainkan peran penting dalam respons kesehatan masyarakat terhadap pandemi COVID-19.
Secara khusus, memetakan penularan virus di tingkat global dan regional, menginformasikan langkah-langkah pengendalian infeksi, serta mengidentifikasi dan melacak kemunculan varian baru SARS-CoV-2.
“Kalau kita lihat lagi jenis varian virusnya, kita akan melakukan pengurutan genom darah secara keseluruhan. Misalnya kita akan melakukan tes PCR untuk mengetahui apakah kita tertular virus COVID-19 atau tidak. Kalau tes PCR hasilnya positif, bisa dilanjutkan dengan tes genomic sequencing darah lengkap untuk mendeteksi jenis virusnya, Delta, Omicron dan lain-lain,” jelas Mohammad Sayahril.
Berdasarkan Nomor 23 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2023 tentang Pedoman Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), tes PCR dan WGS termasuk dalam pekerjaan surveilans penanganan COVID-19. .
Disebutkan, pengujian kasus sebaiknya dilakukan dengan menggunakan usap antigen dan/atau usap PCR.
Selanjutnya, data surveilans dikumpulkan untuk memantau tren karakteristik epidemiologi dan virologi influenza dan COVID-19.
Influenza dan SARS-CoV2 berkisar dari tes molekuler hingga tes Whole Genome Sequencing (WGS) dengan konfirmasi dan deteksi virus varian baru.
Di sisi lain, asidosis mengacu pada tingginya kadar asam dalam tubuh.
Jika tubuh menjadi terlalu asam atau basa, hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
Tubuh perlu menjaga keseimbangan asam untuk kesehatan yang optimal.
Kadar asam yang tinggi menyebabkan tubuh memberikan kompensasi dan berusaha membuang kelebihan asam.
Paru-paru dan ginjal berperan dalam membuang kelebihan asam dari tubuh.
Asidosis dapat diperiksa dengan tes darah dan urin untuk melihat tingkat pH.