geosurvey.co.id, JAKARTA – Rencana pemerintah Indonesia untuk mengubah energi fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT) masih menghadapi banyak tantangan.
Tantangan pertama, kata Andriah Feby Misna, Direktur Departemen Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, saat diskusi panel Electricity Connect 2024 baru-baru ini di JCC Senayan Jakarta. Risiko keruntuhan ekonomi di tengah transisi energi dan energi terbarukan.
“Kita akan melihat banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan. Jadi itu salah satu risiko yang masih kita cari cara untuk mengatasinya,” kata Fabi dalam sambutannya.
Situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengutip situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang menyebutkan bahwa komitmen banyak negara untuk mengurangi penggunaan batu bara merupakan tantangan bagi Indonesia sebagai produsen batu bara.
Lebih dari 267.000 penambang batu bara dan sekitar 32.000 pekerja pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) membutuhkan lapangan kerja baru.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai program untuk menjamin tingginya lapangan kerja pada masa transisi dari energi fosil ke energi terbarukan.
Feby mengatakan, tantangan transisi energi antara lain terkait dengan sumber energi terbarukan yang bersifat jangka pendek (intermiten/intermiten) seperti tenaga surya dan angin.
“Jadi kita perlu menerapkan sistem yang aman untuk menjamin akses terhadap energi terbarukan,” jelasnya.
Sistem penyimpanan energi (ESS), dikenal sebagai sistem yang menyimpan energi terbarukan ketika permintaan rendah dan melepaskannya ketika permintaan tinggi, termasuk pompa air dan baterai.
Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PT PLN (Persero), juga menyatakan hal serupa. Dikatakannya, dalam proses transformasi energi ini, Indonesia dapat mengadopsi sistem penyimpanan energi baterai (BESS) sebagai solusi teknologi penyimpanan energi yang dapat diubah menjadi listrik bila diperlukan.
“Nah, kuncinya adalah hadirnya sistem penyimpan energi baterai. Karena kalau bicara energi terbarukan, ternyata energinya berbasis sumber alam,” kata Damavan.
Feby berpendapat bahwa tantangan terbesar dalam transisi energi adalah pendanaan.
“Saya rasa Indonesia sudah sukses dengan green sukuk. Dibandingkan dengan sumber (pendanaan) lainnya, menurut saya ini merupakan pilihan untuk mendukung proyek ramah lingkungan di masa depan.
Selain itu, Feby berpendapat bahwa yang kurang penting adalah edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang perubahan energi dan peralihan ke energi terbarukan.
“Untuk mengembangkan perangkat pendidikan yang benar-benar melayani masyarakat, kita juga memerlukan kebijakan dan peraturan untuk memastikan investor memiliki lingkungan yang baik untuk berinvestasi dalam revolusi energi,” tutupnya.
Pemerintah terus mendorong komitmen terhadap kendaraan listrik sebagai bagian dari upaya mencapai transisi energi bersih.
Komitmen tersebut salah satunya diwujudkan melalui inisiatif “Tersambung Listrik 2024” “Menuju masa depan yang berdaya dan berdaya” yang diluncurkan oleh PLN dan Persatuan Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), yang bertujuan untuk memperkuat kerja sama industri dan mendorong revolusi energi baru (EBT). .