Laporan reporter geosurvey.co.id Abdi Ryanda Shakti
geosurvey.co.id, JAKARTA – Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) menyoroti persoalan lemahnya pengawasan baik internal maupun eksternal Polri yang menyebabkan banyak anggotanya melakukan pelanggaran.
Wakil Koordinator KontraS Andy Muhammad Rezaldi mengatakan, budaya saling melindungi satuan atau membebaskan anggota yang bersalah dari hukuman (impunitas) di lingkungan Korps Bhayankara sudah menjadi rahasia umum.
Hal ini kerap mengakibatkan Polri menyalahgunakan semangat persatuan atau yang disebut Jiwa Corsa.
“Dalam upaya melindungi rekan-rekan dalam satu kesatuan juga menunjukkan adanya semangat persatuan tim yang disalahgunakan sehingga berpotensi terjadi kejadian yang kemudian menjadi isu yang sangat sensitif di lingkungan kepolisian,” ujarnya. . . Andy dalam perbincangan virtual mengenai darurat reformasi kepolisian, Minggu (12/8/2024).
Meski ada aturan yang membatasi kewenangan Polri, Andi menilai polisi kerap menggunakan kekuatan berlebihan sehingga berujung pada banyak kasus kekerasan dan pelanggaran HAM.
“Bahkan, dalam berbagai kejadian yang dihadapi organisasi masyarakat sipil atau warga negara, ketika ingin mengadu ke polisi, biasanya ditolak atau kalau diterima prosesnya lama,” ujarnya.
Di sisi lain, Andi mengatakan, dalam beberapa kasus yang pelakunya adalah aparat kepolisian, tidak ada hukuman yang tegas, namun cenderung melindungi pelakunya.
“Seringkali, meskipun mereka diterima dan dimintai pertanggungjawaban, petugas polisi yang bertanggung jawab hanya dituntut (dihukum) secara etis atau disiplin, bahkan jika petugas tersebut hanya dituntut pada tingkat rendah, maka petugas tingkat yang lebih tinggi juga harus ditahan. mempertanggungjawabkan, namun tidak dituntut atau dituntut melalui mekanisme peradilan pidana,” ujarnya.
Jadi Andy mengatakan ini sudah menjadi masalah kronis di kepolisian. Masyarakat terus terang kecewa dengan kerja polisi yang kerap menyalahgunakan kewenangannya.
“Misalnya muncul hastag (#)1 hari 1 orang, bahkan ada yang mengatakan kalau orang-orang yang terkait dengan masalah kepolisian berkumpul, mereka akan menjadi markas, dan sebagainya. menyatakan berbagai permasalahan yang muncul di sana dan selesai,” ujarnya.
Sementara itu, ContraS sendiri mencatat sepanjang tahun 2020 hingga 2024, terdapat 410 orang meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian.
Misalnya saja pada tahun 2020 hingga 2024 terjadi 353 kejadian kekerasan yang mengakibatkan 410 orang meninggal dunia, kata Andi.
Andi mengatakan, dari ratusan orang yang terbunuh, puluhan orang terkait dengan pembunuhan di luar proses hukum.
“Jika kita uraikan peristiwa EJK pada Desember 2023 hingga November 2024, terdapat 45 peristiwa EJK yang mengakibatkan 47 orang meninggal dunia, 27 di antaranya terkait tindak pidana dan 20 sisanya tidak terkait tindak pidana,” ujarnya.