Dilansir reporter geosurvey.co.id, Fahmi Ramadan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Suami artis Sandra Dewey sekaligus salah satu terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moise, menganggap penghargaan R100 juta yang diterima CEO PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta sebagai uang jajan.
Hal itu diungkapkan Harvey saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang korupsi perdagangan timah di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pada hari Jumat 06.12.2024
Di episode pertama, anggota Judge Jaini Basir bertanya kepada Harvey Moeis kenapa dia sering bekerja dan membantu Suparta meraih penghargaan saat dia menjalankan bisnis pertambangan timah di PT RBT.
Menjawab pertanyaan hakim, Harvey Moyes membantah pernah bekerja sama dengan Suparta, hanya membantu bos PT RBT.
“Yang Mulia, saya tidak pernah bekerja pada Pak Suparta, dan saya juga tidak pernah diminta membantu. Saya diminta untuk mengetahui apakah saya membantu atau tidak. “Yang Mulia menolak,” kata Harvey.
Namun Hakim Jaini Basir tak percaya begitu saja dengan pernyataan Harvey Moeis.
Alasannya adalah keputusan hakim. Terdakwa mendapat ganti rugi yang relatif besar dari Suparta, yakni Rp 50 hingga Rp 100 juta setiap bulannya.
“Bicaranya memang seperti itu. Namun kenyataannya, jika Anda mendapat uang, Anda akan mendapat uang. Entah Anda mendapat Rp 50 juta, atau Rp 100 juta per bulan. Anda pikir itu uang jajan, bukan?” tanya hakim.
Harvey kemudian mengatakan, uang jajan puluhan hingga ratusan juta itu ia anggap karena ia menganggap Suparta sebagai pamannya.
“Saya menganggapnya sebagai paman saya. Jadi saya hanya memberikan uangnya saja, Yang Mulia, saya mempertimbangkannya, meskipun Anda tidak memberitahukannya kepada saya. Dia mengirimkannya kepadaku, katanya.
Sekadar informasi, Harvey Moeis didakwa korupsi timah atas tindakannya mengkoordinasikan jaminan jaminan penambangan timah ilegal.
Atas tindakannya Dia didakwa berdasarkan Pasal 2, paragraf 1 dan Pasal 3, paragraf. Pasal 18 UU Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, v. Pasal 55 ayat 1 ayat 1 KUHP tentang tindak pidana korupsi.
Ia juga dijerat dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pemalsuan hasil korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. untuk mencegah dan memberantas korupsi. Kejahatan pencucian uang di vr. dengan Pasal 55, Para. 1-1 KUHP.
Tentang kasus ini Berdasarkan aduan jaksa, kerugian negara akibat penanganan timah dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun.
Perhitungan tersebut berdasarkan laporan hasil pemeriksaan perhitungan kerugian keuangan negara di Perbendaharaan Timah nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dikemukakan jaksa antara lain kerugian koperasi akibat penyewaan peralatan dan pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, Jaksa juga mengungkapkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup mencapai Rp 271 triliun.
Itu telah dihitung oleh para ahli lingkungan.