Laporan jurnalis geosurvey.co.id Fahmi Ramazan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Komisaris Pabrik Baja Swasta PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan mengaku tak pernah menyangka punya saham besar di perusahaannya.
Suwito mengaku baru mengetahui kepemilikan 98 persen saham PT SIP setelah mendengarnya saat sidang korupsi.
Informasi itu disampaikan Suwito saat hadir sebagai saksi lanjutan kasus korupsi perdagangan timah di Pengadilan Tipikor Jakarta (11/1/2024), Jumat.
Pertama, Jaksa Kejaksaan Agung (JPU) mempertanyakan posisi Suwito di PT SIP, salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk.
“Saya lihat posisi Anda di BAP adalah Komisaris, apakah Anda juga pemegang saham Stanindo?” – tanya jaksa.
“Ya,” jawab Suwito membenarkan.
Setelah itu, jaksa juga mendalami berapa persentase saham yang diterima Suwito selama menjabat komisaris PT SIP.
Terkait hal tersebut, Suwito mengaku awalnya belum mengetahui berapa persentase saham yang akan diterimanya sebagai komisaris.
Ia menjelaskan, minat tersebut baru diketahuinya setelah persidangan kasus utama yang melibatkannya.
Jaksa bertanya: “Berapa jumlah saham Stanindo?”
“Saya kemarin tanya karena ditanya soal sidang kemarin dan saya tidak tahu, dia bilang 98 persen,” kata Suwito.
Karena terkejut, jaksa kemudian mengulangi pertanyaan yang sama kepada Suwito soal pembagian saham.
-Kamu tidak tahu sebelumnya? – tanya jaksa.
“Saya tidak tahu,” kata Suwito.
“Bahwa Anda memiliki 98 persen saham?” – jaksa bertanya dengan heran.
“Ya,” jawab Suwito.
Begitu pula saat ditanya jaksa soal nilai saham yang tercatat dalam akta PT SIP, Suwito mengaku tidak mengetahuinya.
– Jadi pak, berapa nilai kasusnya? – tanya jaksa.
“Saya tidak tahu,” kata Suwito.
“Sebagai wali, apa tanggung jawab, uraian tugas, atau fungsi utama Anda yang harus Anda lakukan sesuai dengan dokumen tersebut?” – tanya jaksa.
“Saya tidak tahu,” kata Suwito.
Terkait penuturannya selama menjabat komisaris di PT SIP, Suwito menjelaskan dirinya masih senang bekerja di kantor, namun hanya nongkrong saja.
“Saya sudah pensiun, tapi tetap bekerja di kantor dan pabrik,” ujarnya.
Jaksa kemudian juga mendalami kerja sama PT SIP dan PT Timah Tbk terkait penyewaan alat pengolahan bijih timah.
Setelah itu, Suwito mengaku proses kerja sama tersebut bukan berdasarkan pengukuhannya sebagai komisaris.
Namun terkait kerjasama tersebut, Suwito masih mendapat laporan dari M.B. Gunawan, CEO PT SIP.
“Tanpa persetujuan saya, tapi setelah pekerjaan selesai, dia memberi tahu saya bahwa sayalah yang memberi tahu dia tentang masalah ini, karena kami tidak memiliki pekerjaan dan kesempatan ini, silakan ikuti. Pak MB yang melakukannya,” jelas Suwito.
Sekadar informasi, berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun.
Perhitungan ini berdasarkan laporan pemeriksaan perhitungan kerugian keuangan pemerintah pada kotak timah No. PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dikemukakan jaksa antara lain kerugian kerja sama sewa peralatan dan pembayaran bijih timah.
Jaksa tak puas dengan hal tersebut dan menyatakan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan mencapai 271 triliun rupiah.
Itu dihitung oleh para ahli lingkungan.