Reporter TribuneNews24.com, Rehmat Wingarha melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Saksi Efektif Pemerintah Basarnas, Aris Gunawan Wikaksono mengungkapkan, produk Basarnas dibeli dari CV Delima Mandiri dan PT Omega Raya berdasarkan penawaran fiktif.
Hal itu disampaikan Aris di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024) saat sidang kasus korupsi pembelian Truk Pengangkut Pribadi dan Kendaraan Pengangkut Rescue Basarnas tahun 2014 lalu.
Ia bersaksi mewakili terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sistama) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Roland Boske.
Kemudian yang tergugat adalah Direktur CV Delima Mandiri William Vidarta dan terdakwa Inger Celestino selaku Kepala Subdit Pengadaan dan Perbekalan (Kasubdit) Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas serta Pengambil Komitmen Basarnas ( PPK) ) ) Pejabat fiskal tahun 2014.
“Saudara sampaikan dalam dua poin, kemudian usulan paket pekerjaan tahun depan diberikan kepada Kasubbag Prasarana dan Prasarana di bawah Saudara Anjar Celestiano saat itu,” kata Jaksa KPK dalam persidangan di Jakarta. . Pengadilan Tipikor, Kamis (5/12/2024).
“Kemudian perencanaan utama dialihkan kepada Shahid yang saat itu berada di tangan Bhai Ali Zahidi pada tahun 2013. Dan tahun 2014 berada di tangan Bhai Suhardi,” lanjutnya.
Jaksa KPK kemudian menyebut Shahid Mehmood Effendi dan Hafid Rahmani dipanggil sebagai agen perencanaan.
Dokumen Kerangka Acuan atau TOR dan REB diperintahkan untuk disiapkan. Saat itu ada pembagian kerja yaitu nanti saya diberi tugas menyiapkan dokumen pengadaan, sedangkan saudara Mahmood Efandi dan saudara Hafid Rahmani Disiapkan oleh Tor dan Reb. , ”jelasnya.
Usai mendengarkan pendirian JPU, Shahid Arshad membenarkan bahwa sejak awal pengumpulan dokumen dan permintaan TOR dan Reb sudah dilakukan.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengungkapkan, saksi Ricky Hasna diinstruksikan menghubungi rekanan pemasok kendaraan untuk menyiapkan TOR dan RIB.
Ares pun membenarkan pernyataan jaksa.
“Benar,” jawab Aerys.
Ars juga mengungkapkan, Ricky Hasna bertugas menyiapkan spesifikasi teknis, reb, dan brosur.
Jaksa KPK mengatakan, “Di sini maksud saya, Anda menjelaskan surat penawaran palsu untuk menyiapkan TOR, Anda juga sudah menerima TOR lengkap ya, Anda juga sudah menerima brosur, apa namanya?” Surat penawaran, kata jaksa KPK. .
“Bisa dijelaskan maksudnya? Surat penawaran, surat penawaran TOR perlu disiapkan?” tanya jaksa.
“Untuk data pendukungnya sama seperti yang dijelaskan Pak Mahfud tadi,” jawab Ars.
Jaksa KPK kemudian mengatakan, jaksa mengungkap keterangan saksi di BAP tentang usulan palsu tersebut.
“BAP Saudara menyatakan surat penawaran itu palsu,” tanya jaksa KPK.
Jaksa KPK membacakan BAP Ars di persidangan.
“Biarkan saya membacanya dengan cara lain. Dalam BAP No. 10 saya jelaskan bahwa dalam mempersiapkan surat pendukung berupa tiruan surat penawaran dari rekanan, saya meminta bantuan Pak Ricky Hansa selaku Marketing Officer Delima Mandiri. kata Jaksa KPK.
“Kemudian kakak Ricky Hansa memberikan saya surat penawaran dari rekanan langsung di kantor Basrana. Saya belum tahu bagaimana proses Ricky Hansa membuat surat penawaran dari CV Delima Mandiri dan PT Omega Raya,” tegas Komisi Pemberantasan. (KPK) Jaksa Tipikor.
Mendengar keterangan tersebut, saksi membenarkannya.
“Kamu sudah siap kan,” jawab Aerys.
Dalam kasus ini, mantan Sekretaris Utama Badan Pupuk Nasional (SETAMA), Max Roland Bose, didakwa merugikan negara sebesar $20,4 miliar dalam pembelian truk pengangkut pribadi dan kendaraan pengangkut penyelamat di Basarnas. Pada tahun 2014.
Kerugian tersebut berasal dari dugaan korupsi pembelian truk pengangkut pribadi senilai Rp42.558.895.000 pada tahun 2014 dan kendaraan pengangkut penyelamat senilai Rp43.549.312.500 pada tahun 2014 di Basrans.
Sidang pendahuluan digelar pada Kamis (14/11/2024) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPCOR) Jakarta.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutannya menyebut Max Rowland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya bernama William Vidarta, antara lain C.V. Dilemma Mandiri dan PT Trakia yang memanfaatkan kependudukan . Prima dan Anjar Celestino merupakan Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Direktorat Kepegawaian dan Visibilitas Perbekalan dan Sarana Prasarana serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.
“Dia ikut serta atau ikut serta dalam beberapa perbuatan yang harus dilihat sebagai perbuatan independen yang merupakan beberapa pelanggaran hukum,” kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Richard Marpaong di pengadilan.
Dalam tuntutannya, jaksa menyebutkan perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Rowland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014.
Menurut Richard, Kantor Basarnas RI, Kimuran, Jakarta Pusat telah mengakuisisi Max Roland Bose Rp 2,5 miliar dan William Vidarta Rp 17,9 miliar.
“Sehubungan dengan pembelian truk pengangkut pribadi dan kendaraan pengangkut penyelamat di Basarnas pada tahun 2014, kami telah memberikan uang muka kepada diri sendiri atau kepada orang lain atau korporasi yaitu William Vidarta sejumlah Rp17.944.580.000,00 dan terdakwa Max Roland Bose sejumlah Rp. 2.000.000,00.nilai negara Rp20.444.580.000,00,” jelas jaksa.
Richard kemudian menjelaskan bahwa Max dan Enzer menginstruksikan William, pemenang lelang koleksi truk tahun 2014, untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.
Penawaran 15 persen itu mencakup 10 persen untuk dana komando dan sisanya 5 persen untuk perusahaan pemenang lelang.
Selain itu, Richard mengatakan harga pembelian truk tersebut adalah Rp 42.558.895.000, yang sebenarnya adalah Rp 32.503.515.000.
Alhasil, kata dia, dari Rp 10.055.380.000 yang terpakai hanya Rp 33.160.112.500, dari anggaran yang ditandatangani 4.953.
Jadi lanjut Richard, ada selisih Rp10.389.200.000 dari harga pembelian barang tersebut.
Yang mengakibatkan total kerugian keuangan negara sebesar Rp20.444.580.000,00 sebagaimana tercantum dalam berita acara perhitungan kerugian negara atas pembelian mobil truk angkut pribadi 4WD dan pembelian kendaraan penyelamat di Badan Sir Nasional (Basarnas). dan Tim Auditor Pembangunan Republik Indonesia (BPKP)) pada tanggal 28 Februari telah melakukannya pada tahun 2024, ”pungkasnya telah melakukan
Akibat perbuatannya, Max Roland Bose didakwa melanggar CSK Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 55 Pasal (1) 1 dengan Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. Pasal 65 KUHP dibaca dengan ayat (1) ke-1.