Laporan Jurnalis geosurvey.co.id Ilham Ryan Pratama
geosurvey.co.id, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka opsi penggunaan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi akuisisi Koperasi Usaha (KSU) dan PT Jembatan Nusantara. PT Angutan Sungai, Tanau dan Besembaran (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) 2019-2022.
Dalam kasus ini, diketahui, saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi hanya melakukan penindakan pada pasal-pasal terkait kerugian keuangan negara.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiardo menjelaskan, penggunaan pasal pencucian uang bisa menjangkau aset yang disembunyikan para tersangka.
Menyembunyikan aset tersebut dapat mempersulit penyidik untuk memulihkan aset tersebut.
“Apakah ini akan mengarah ke TPPU? Ini masih dalam pendalaman penyidik. Tentu saja TPPU bisa saja mengeluarkan sprintignia untuk menutup aset-aset yang telah diubah namanya dan diubah bentuknya sehingga menyulitkan penyidik untuk menyelamatkan aset tersebut atau memulihkan aset tersebut dalam surat perintah yang diterbitkan. ,” kata Tessa dalam keterangannya, Sabtu (19/10/2024).
Namun Tessa menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprint) baru terhadap terdakwa DPBU jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menggunakan pasal hilangnya dana negara di ASTP. kasus.
“Apabila seluruh harta kekayaan dapat diperoleh kembali atau diperoleh kembali melalui surat perintah penyidikan aktif, maka pada Pasal 2 dan Ayat 3 ini Komisi Pemberantasan Korupsi tidak perlu atau tidak perlu mengeluarkan surat perintah penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang ini,” ujarnya.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyita 15 properti senilai ratusan crore milik salah satu tersangka kasus tersebut, pemilik PT Jembatan Nusantara Group, Adji.
Dua dari 15 properti tanah dan bangunan yang disita berlokasi di wilayah tertentu di Jakarta.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni: Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadevi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adi Caxono; Direktur Bisnis dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi; Pemilik PT Jembatan Nusantara Grup, Adjie.
Keempat tersangka mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas status tersangka.
Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan perkara keempat tersangka tersebut sebelum persidangan.
Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (Sprintic) yang ditandatangani pada 16 Agustus 2024.
Keempatnya dilarang bepergian ke luar negeri.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga potensi kerugian negara akibat kasus korupsi ASTP sebesar Rp1,27 triliun.
Dalam prosesnya, penyidik KPK berupaya menyita paksa beberapa kendaraan yang terkait dengan kasus tersebut.
Direktur Penyidikan KPK Asseb Guntur Rahayu sebelumnya mengatakan, pihaknya mencurigai adanya persoalan dalam pengambilalihan PT Jembatan Nusantara oleh kapal PT ASDP Indonesia.
Salah satunya terkait kapal tertentu milik PT Jembatan Nusantara yang masuk dalam aset akuisisi.
Asseb mengatakan, nasib buruk yang menimpa kapal PT Jembatan Nusantara bukanlah hal baru.
Selain itu, Asseb menyebut ada dugaan kapal milik PT Jembatan Nusantara tidak sesuai spesifikasi.
Aset yang diakuisisi antara lain 53 unit kapal PT Jembatan Nusantara.
Jadi, pembelian dari PT JN juga bukan dalam kondisi baru,” kata Asseb kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, akuisisi tersebut tidak berjalan mulus.
Alasannya, akuisisi tersebut ilegal dan melanggar aturan.
Selain itu, akuisisi tersebut disebut-sebut terlalu mahal karena diduga ada konspirasi penetapan valuasi.
Nilai dari banyak aset berwujud yang diperoleh dilaporkan tidak relevan.
“Nah, itu akhirnya menimbulkan kerugian. Lalu ada perhitungannya dan sebagainya,” kata Asseb.
Menurut Asep, akuisisi tersebut sudah disetujui dan dilaksanakan. Sepanjang aturan tata cara tidak dilanggar.
Misalnya kapal PT ASDP tidak mencukupi untuk operasional penyeberangan. Apalagi saat Idul Fitri atau Idul Fitri.
“Contohnya kalau kita lihat sekarang, penyeberangannya numpuk. Itu belum cukup. Dari situ ada usulan rencana atau proyek penambahan armada, itu sah. Betul. Ada kajiannya,” kata Asseb .