geosurvey.co.id, JAKARTA – Posisi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang bekerja sekaligus di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sangat menonjol di berbagai kalangan.
Luhu awalnya ditunjuk sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional, dan kini ia ditunjuk oleh Prabowo sebagai penasihat khusus presiden bidang digital dan teknologi pemerintahan.
Ekonom kawakan UPN dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat mengatakan, sebagai pemain sentral pemerintahan Presiden Jokowi, Luhut mempunyai pengaruh besar dalam berbagai kebijakan strategis.
Namun, menurut Achmad, rangkap jabatan tersebut menimbulkan beberapa kekhawatiran mengenai transparansi, akuntabilitas, dan potensi konflik kepentingan.
Kemunculan kembali Luhut sebagai tokoh kunci di era Prabowo menimbulkan pertanyaan. Apakah tidak ada orang lain yang cocok untuk mengambil peran penting tersebut? Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang besar dan sumber daya orang-orang berbakat di berbagai bidang, kata Achmad. . Selasa (22/10/2024).
– Mengapa LBP yang sudah lama berkuasa harus memainkan peran penting ini lagi?
Dia mengatakan, setidaknya ada 3 alasan mengapa Prabowo Subianto Luhut bisa menduduki dua posisi penting sekaligus. Konsentrasi kekuasaan pada orang-orang berpengaruh
Penunjukan Luhut pada dua posisi strategis tersebut menunjukkan tingginya kepercayaan terhadap sosok yang diyakini memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan ekonomi dan investasi.
Dia mengatakan, Prabowo menilai Luhut memiliki rekam jejak yang terbukti menarik investor asing, terutama dari China, serta berperan penting dalam hilirisasi sungai nikel dan berbagai proyek infrastruktur.
Bagi Prabowo, mempertahankan Luhut pada posisi penting tersebut dapat dilihat sebagai upaya menjaga stabilitas dan kesinambungan kebijakan yang digunakan pada masa Jokowi, ujarnya. Pengalaman dan koneksi internasional Luhut
“Salah satu alasan Prabowo memilih Luhut karena jaringan internasional yang dibangunnya selama ini,” ujarnya.
Ia melihat Luhut mengembangkan hubungan yang kuat dengan investor global, termasuk dari Tiongkok, Timur Tengah, dan Amerika Serikat, yang dapat mendukung visi Prabowo untuk menarik lebih banyak investor asing. Perlunya seorang “administrator” dalam pemerintahan sementara
Menurut Achmad, penunjukan Luhut juga bisa dilihat sebagai langkah strategis untuk menjamin kelancaran transisi antara pemerintahan Jokowi dan Prabowo.
Luhu yang sudah lama berkecimpung di pemerintahan dinilai merupakan sosok stabil yang mampu memandu kebijakan di masa transisi, khususnya di bidang teknologi dan digitalisasi, yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian Indonesia ke depan. .
“Prabowo mungkin melihat Luhu sebagai orang yang bisa menjaga kebijakan tetap berjalan sambil mengintegrasikan teknologi modern ke dalam pemerintahan,” ujarnya. LBP berpotensi menjadi beban bagi Prabowo di masa depan
Namun, pergantian LPB menimbulkan 3 permasalahan halus bagi Prabowo ke depan. Diantaranya: Wujud dari terabaikannya regenerasi dan kualitas sumber daya manusia lainnya
Penunjukan Luhut pada dua posisi kunci tersebut mengabaikan potensi jasa sumber daya manusia (SDM) tingkat tinggi lainnya yang dapat mengisi peran strategis tersebut.
Ia mengatakan Indonesia memiliki banyak tenaga kerja yang berpengalaman dan terampil, namun keputusan tetap memilih Luhut menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam mendorong pembaharuan kepemimpinan.
“Hal ini seolah menutup kemungkinan munculnya sosok-sosok baru yang mampu membawa ide dan inovasi baru terhadap kebijakan ekonomi dan digitalisasi pemerintahan. Ketergantungan pada satu orang memberikan kesan bahwa tidak ada sumber daya manusia lain yang cukup layak, justru sebaliknya. . meritokrasi konflik kepentingan dan kurangnya transparansi
Pengangkatan kembali Luhut yang dikenal memiliki jaringan bisnis keluarga yang luas dan terkoneksi dengan berbagai proyek besar, meningkatkan risiko konflik kepentingan.
Beberapa proyek besar, seperti rendahnya harga nikel dan infrastruktur, sering dikritik karena kurangnya transparansi dalam tata kelolanya dan dugaan keterlibatan perusahaan yang terkait dengan Luhut dan keluarganya.
Ia juga mengatakan, sebagai penasihat khusus presiden bidang digitalisasi dan teknologi pemerintah, konflik kepentingan ini mungkin akan semakin parah mengingat pesatnya perkembangan teknologi dan keterlibatan perusahaan swasta.
“Tidak berhasilnya program-program ini secara terbuka dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” katanya. Ini merupakan indikasi adanya konsentrasi kekuasaan yang ekstrim
Dengan menugaskan Luhu pada dua posisi strategis, pemerintahan Prabowo berisiko mengulangi pola sentralisasi kekuasaan berlebihan yang terjadi pada masa pemerintahan Jokowi.
Pemusatan kekuasaan pada satu orang tidak hanya menciptakan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap keputusan pribadi, namun juga dapat melemahkan tata kelola pemerintahan yang demokratis.
Jika kekuasaan terkonsentrasi di tangan Luhut, maka peran lembaga dan pejabat lainnya bisa berkurang sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dalam pengambilan keputusan.
Hal ini berbahaya bagi pengembangan kebijakan publik yang harus dikembangkan melalui cara yang lebih terbuka dan partisipatif
Alasan ini menunjukkan bahwa pengangkatan Luhut bukan hanya soal kemampuan individu saja, tapi juga diutamakan pada tata kelola yang baik, transparansi, dan pembaharuan kepemimpinan di pemerintahan, ujarnya. Profil dan data biografi
Pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi), Luhut menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Luhut Huta lahir di Namora (Silaen, Toba Samosir, Sumatera Utara) pada tanggal 28 September 1947.
Dikutip dari perpusnas.go.id, Luhut merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bonar Pandjaitan dan Siti Frida Naiborhu.
Ia menikah dengan Devi Simatupang dan memiliki empat orang anak: Paulina, David, Paulus dan Kerri Pandjaitan.
Luhu menjadi Menteri Penghubung Bidang Kemaritiman Indonesia pada Juli 2016 dan diangkat kembali menjadi Kabinet Pembangunan Indonesia masa pemerintahan Jokowi-Maaruf Amin periode 2019–2024.
Antara tanggal 31 Desember 2014 hingga 2 September 2015, beliau juga menjabat sebagai Kepala Staf Presiden Republik Indonesia.
Pada 12 Agustus 2015, Presiden Joko Widodo mengangkatnya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno.
Kabinet Buruh II. pada reorganisasi jilidnya pada 27 Juli 2016, Rizal Ramli dilantik menjadi Menteri Kelautan.
Pada 15 Agustus 2016, Jokowi menindaklanjuti kontroversi kepemilikan paspor Amerika Serikat (AS) oleh Menteri Energi dan Mineral Arcandra Tahar, yang berujung pada pemberhentian penuh hormat Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Mineral oleh Jokowi.
Jokowi kemudian menunjuk Luhu yang juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sebagai Penjabat (Plt) Menteri Energi dan Mineral.
Sebelum bergabung dalam Kabinet Kerja, Luhut menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada tahun 2000-2001 dan Abdurrahman Wahid menjadi Presiden Republik Indonesia pada tahun 1999-2001.
Sebelum menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan, beliau merupakan Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura. Pekerjaan pemerintahan Luhut Binsar Pandjaitan
Pada tahun 1999, presiden B.J. Habibie Luhu diangkatnya sebagai Duta Besar RI untuk Singapura pada saat krusial dimulainya reformasi.
Dalam tiga bulan pertama masa jabatannya, ia berhasil mengembalikan hubungan kedua negara ke level semula.
Kemudian di bawah Presiden Abdurrahman Wahid, Luhu dicopot dari Singapura sebelum masa jabatannya habis.
Gus Dur diangkat menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian RI, meski dalam jangka waktu singkat (2000-2001), sesingkat masa jabatan Gus Dur.
Presiden ingin mengangkatnya kembali menjadi menteri pada periode pemerintahan berikutnya, namun Luhu menolak karena tetap mempertahankan perilakunya terhadap Gus Dur.
Posisi pemerintahan Luhut Binsar Pandjaitan
• Duta Besar RI yang Berkuasa Penuh di Singapura (1999-2000)
• Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia pada Kabinet Persatuan Bangsa-Bangsa (2000-2001)
• Standar TNI (1999)
• Kepala Staf Presiden Republik Indonesia (2014-2015)
• Menteri Penghubung Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (2015-2016)
• Menteri Kelautan (2016-2019)
• Menteri Penghubung Kabinet Indonesia bidang Kemaritiman dan Investasi (2019-2024)