Laporan reporter geosurvey.co.id, Nitis Hawaroh
geosurvey.co.id, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memilih bungkam saat ditanya kepastian pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada awal tahun 2025.
Diketahui, Sri Mulyani dan Direktur Jenderal Pendapatan (DJP) Suryo Utomo bertemu di Kantor Kementerian Keuangan pada Selasa (3/12/2024) sore untuk menggelar rapat koordinasi terbatas (Rakortas) kebijakan fiskal. dan insentif untuk mendukung perekonomian dan investasi.
Selain Sri Mulyan, hadir juga beberapa menteri Merah Putih lainnya, antara lain Menteri Sumber Daya Manusia (Menaker) Yassierli, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza, dan Wakil Menteri Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Indonesia Fahri Hamzah.
Bendahara Negara berbicara lirih saat ditanya awak media mengenai hasil rapat koordinasi. Sri Mulyani menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri Koordinator Keuangan Airlangg Hartart.
Nanti Menko, Menko yang mengiyakan, kata Sri Mulyani usai mengikuti rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa.
Senada dengan itu, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Yassierli menegaskan, rapat koordinasi juga membahas kenaikan pajak pertambahan nilai dari 11% menjadi 12%. Meski demikian, kata dia, belum bisa dipastikan karena ini baru pertemuan pertama.
“Iya ada salah satunya (ada pembicaraan PPN 12 persen),” kata Yassierli.
– Sudah dibicarakan sebagian, tapi masih rencana, tunggu saja, ini sedang disimulasikan, masih kita hitung, tegasnya.
Di sisi lain, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makroekonomi dan Keuangan Internasional Parjiona membocorkan kebijakan tersebut juga akan diterapkan pada awal tahun 2025.
Parjiono mengatakan, meski kebijakan tersebut dilanjutkan, pemerintah tetap memberikan perhatian khusus pada daya beli masyarakat.
“Jadi kita masih menuju ke sana, artinya akan terus berlanjut (kebijakan PPN 12 persen),” kata Parjiono dalam lokakarya yang dihadiri 100 ekonom Indonesia, Selasa.
Parjiono mengatakan, dengan diberlakukannya PPN 12 persen, maka akan ada pengecualian bagi kelompok masyarakat dan sektor tertentu seperti masyarakat miskin, kesehatan, dan pendidikan.
“Jadi sejauh itulah perkembangannya,” katanya.
Menurut dia, pemerintah saat ini tengah menekankan penguatan subsidi dan jaring pengaman sosial guna melindungi daya beli masyarakat.
Selain itu, masyarakat kelas menengah dan atas juga lebih menikmati insentif pajak.
“Daya beli jadi salah satu prioritas, kita juga perkuat subsidi jaring pengamannya. Kalau kita lihat juga insentifnya, misalnya perpajakan, yang lebih dinikmati masyarakat menengah dan atas,” jelas Parjiono.
Diketahui, tarif PPN sebesar 12 persen merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Ketentuan Perpajakan (HPP). Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025.