Diposting oleh reporter geosurvey.co.id Lita Febriani
geosurvey.co.id, JAKARTA – Pemerintah memasukkan cara utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, untuk mendorong perekonomian nasional meningkat pada level 6-8 persen.
Cara yang dilakukan adalah dengan menghilirkan beberapa sektor seperti kelapa sawit atau CPO (Crude Palm Oil).
Untuk produk kelapa sawit, jumlah/jenis produk turunan yang dapat dihasilkan oleh industri dalam negeri meningkat dari 48 jenis pada tahun 2011 menjadi 200 jenis pada tahun 2024.
“Hal ini akhirnya memberikan tekanan pada produk dalam negeri. Apalagi Indonesia masih tercatat sebagai negara pertama yang menggunakan B30 di dunia dan akan terus kita tingkatkan ke B40, bahkan ke depan kita harapkan bisa mencapai B100,” kata Menperin. dan Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Pengumuman Menperin tersebut menanggapi tanggapan Direktur Bisnis Bank Dunia untuk kawasan Asia Pasifik, Aaditya Mattoo, yang mengatakan bahwa transformasi perekonomian Indonesia sangat bergantung pada perubahan komoditas dunia, khususnya batu bara. dan minyak sawit.
Agu menambahkan, ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap perubahan harga sawit tidak terlalu baik karena penurunan harga sawit sudah dalam. Perubahan produk memang berdampak, namun tidak terlalu penting.
Pernyataan Mattoo, masih sangat ketatnya kebijakan impor pada banyak produk dan produk membuat industri manufaktur Indonesia tidak cukup kuat untuk menopang perekonomian Indonesia pada saat siklus produk menurun.
Mendag mengatakan hal ini juga merupakan sebuah kontradiksi, karena larangan tersebut tidak dijadikan bukti untuk melindungi perekonomian dalam negeri.
“Pembatasan masuknya tidak selalu salah, namun kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia adalah ketatnya impor produk jadi. Kita belum memiliki kebijakan untuk membatasi masuknya produk. Gunakan bahan mentah karena sangat penting bagi perekonomian dalam negeri. dan juga agar berdaya saing,” kata Agus Gumiwang.
Menperin menjelaskan tujuan pembatasan ini adalah untuk melindungi industri dalam negeri sekaligus meningkatkan persaingan di pasar internasional.
“Terbukti ketika pasar dunia melambat akibat pandemi Covid-19 dan konflik internasional, pasar dalam negeri dengan produk-produk produktif sebagai katalis dan game changer bagi perekonomian Indonesia,” kata Agus.
Selain bertujuan untuk melindungi perekonomian dalam negeri, kebijakan perdagangan yang ketat juga dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan mendongkrak perekonomian Indonesia.
“Negara lain lebih ketat dalam mengakses produk negara lain, tapi kita sudah benar-benar melepasnya,” ujar Menkeu.