Laporan reporter geosurvey.co.id Aisya Nursiamsi
geosurvey.co.id, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan 3 langkah yang akan dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan narkoba yang masih menjadi permasalahan utama sistem kesehatan Indonesia.
Langkah pertama adalah memastikan ketersediaan obat.
Belajar dari wabah COVID-19, Indonesia menghadapi kesulitan dalam pembelian obat-obatan dan alat kesehatan, khususnya Alat Kesehatan (BMHP).
Hal ini menunjukkan lemahnya sistem obat dan alat kesehatan di Indonesia.
Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah mendorong obat-obatan dan alat kesehatan untuk diproduksi di dalam negeri.
Selain meningkatkan perekonomian, hal ini juga menjadi dorongan bagi sektor kesehatan dalam memerangi epidemi di masa depan.
“Kami telah berhasil mendistribusikan plasma darah dan kami berharap dapat mulai memproduksi albumin di Indonesia pada tahun 2026. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan ketersediaannya untuk melindungi masyarakat dari epidemi berikutnya,” kata Budi yang dikutip dari situs resmi Plasma Darah. Kementerian Kesehatan, Kamis (12/12/2024).
Kedua, temukan obat baru. Selain keterjangkauan, peningkatan akses terhadap obat-obatan baru merupakan salah satu prioritas utama pemerintah.
Budi menegaskan, saat ini Indonesia telah mencanangkan proses One Door One Standard Health Technology Assessment (HTA) dan menerima masukan dari pemangku kepentingan.
Oleh karena itu, memungkinkan peserta untuk melakukan studi HTA secara independen dan kemudian hasilnya diserahkan untuk ditinjau oleh Komite Penilai Teknologi Kesehatan.
Selain itu, pemerintah terus mendorong penyederhanaan dan percepatan proses persetujuan uji klinis dan registrasi obat.
“Akses kita terhadap obat-obatan masih terbatas. “Pastikan kita menyederhanakan proses izin uji klinis dan registrasi obat, jangan terlalu lama, jangan sampai melakukan penipuan,” lanjutnya.
Ketiga, harga obat harus terjangkau. Saat ini harga obat di Indonesia sangat mahal dibandingkan harga di Singapura dan Malaysia.
Budi mengatakan, selisih harga obat di Indonesia 1,5 hingga 5 kali lipat dibandingkan harga di Malaysia.
Hal ini merupakan hambatan besar bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
“Pajak bukan masalah besar karena mahalnya harga obat, tapi biaya pembelian dan distribusinya.” “Untuk mengatasi hal ini, pemerintah akan menetapkan cara yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah ini,” tambahnya.
Budi menambahkan, kerja sama antara pemerintah, perusahaan farmasi, penyedia layanan kesehatan, dan profesional kesehatan akan terus diperkuat untuk mencapai tiga tujuan utama tersebut.
“Kami membutuhkan bantuan kalian semua. Tujuan kami dimana-mana, agar kami dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik dengan biaya yang terjangkau bagi masyarakat, terutama dalam hal ketersediaan obat-obatan,” tutupnya.
SUMBER