geosurvey.co.id – Organisasi internasional Arab Saudi, Indonesia dan Maroko menggelar dialog publik pada Kamis (31/10/2024) bertajuk “Membangun Jembatan Komunikasi untuk Mewujudkan Kerja Sama Publik”.
Acara ini diselenggarakan di Future Bridge Center di Kenitra, Maroko, bekerja sama dengan organisasi ternama seperti ISESCO (Islamic World Educational, Scientific and Cultural Organization), Maroko, Center for Dialogue of Civilizations, Institute for Research and Future Studies (Pusat) . Inmae de Recherches et des Etudes Prospectives) dan KBRI Rabat.
Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari pendidikan, tokoh agama, dan tokoh nasional dari berbagai negara.
Beberapa narasumber antara lain Prof. Dr. Maryam Ait Ahmad (dosen Universitas Ibnu Tofail), Dr. Amin Ismail (Guru Universitas Muhammad V Rabat) dan Dr. Ridho (Ketua Future Bridge Center, Kenitra) menekankan pentingnya dialog antar manusia dalam mempererat hubungan Timur Tengah, Asia dan Afrika dalam menghadapi permasalahan dunia.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Maryam berbagi cerita tentang pengalamannya di Indonesia, mengagumi keharmonisan masyarakat antara berbagai budaya dan agama.
“Saya masih ingat suara seruan ke seluruh negeri. “Sungguh menyenangkan,” katanya penuh semangat.
Lingkungan budaya yang hangat. Acara dimulai pukul 11.00 WIB dengan suasana hangat penuh semangat.
Pembukaan diawali dengan salawat dan puisi arab yang dipimpin oleh anggota Majelis Ilmi Kenitra (setara MUI se-Indonesia), dilanjutkan dengan senam hadra oleh mahasiswa Indonesia, dilanjutkan dengan salawat adat Indonesia.
Usai pembukaan, perwakilan masing-masing organisasi peserta memberikan sambutan. M.A., perwakilan Kementerian Agama Pemerintah Indonesia di Rabat dan Rabitha Mahid Islamia (RMI). Menurut Ustaz Muhammad Iqbal, hubungan Indonesia dan Maroko tidak hanya antar bangsa tapi juga budaya. sains.
Hal ini telah disetujui oleh Kementerian Agama dalam Program Beasiswa LPDP Pendidikan Karya Tulis Ilmiah yang telah berlangsung selama 2 bulan.
Diskusi yang menggugah pikiran Acara dilanjutkan dengan diskusi yang meriah dengan akademisi, aktivis, dan tokoh masyarakat.
Di antara penanya adalah seorang dokter di bidang Syariah dan Hukum.
Ia mengungkapkan perlunya umat Islam saat ini menjaga hukum dan teknologi guna mewujudkan kesatuan umat Islam dalam kebudayaan dan kebudayaan.
Sebagai tanggapan, profesor berbicara. Amin Said menjawab sulitnya menyatukan umat Islam dalam satu budaya.
“Dulu kita bersatu dalam budaya yang sama, Tsaqafah Islamiya (budaya Islam). Namun seiring berjalannya waktu, banyak pengaruh budaya asing yang masuk. Tangier adalah saksi pertumbuhan budaya Maroko. “Mayoritas orang berbahasa Spanyol adalah tanda kolonialisme,” katanya.
Di akhir diskusi, di antara peserta terdapat salah satu penerima Beasiswa LPDP Bidang Penelitian, Dr. Ahmad Ubaidi Hasbillah M.TH.I., MA.
Ia mengatakan Indonesia lebih baik dari Maroko dalam hal pelestarian budaya.
Hal ini terlihat dari kuatnya pengaruh budaya tradisional di negara ini, dimana masyarakat Maroko kurang peduli terhadap warisan budayanya.
Akhiri dengan ekspektasi yang tinggi. Pertemuan diakhiri dengan makan siang, dilanjutkan dengan foto khusus tentang persahabatan dan kerja sama Timur Tengah, Asia dan Afrika.
Diskusi ini diharapkan menjadi titik awal dialog dan kerja sama lebih lanjut, serta memperkuat perdamaian dan harmoni.
Melalui diskusi ini diharapkan lahir inisiatif-inisiatif baru yang tidak hanya memperkuat jembatan masyarakat, namun juga menjadi landasan upaya bersama membangun masyarakat yang lebih harmonis, inklusif, dan berkelanjutan.
(*)