Laporan jurnalis Tribunnevs.com, Lita Febrijani
TRIBUNNEVS.COM, BANDUNG – Mobil listrik merupakan salah satu teknologi baru di Indonesia dan mampu menarik perhatian konsumen. Dalam sembilan bulan tahun 2024, sebanyak 27.549 mobil listrik terjual. Jumlah ini meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tak hanya perkembangan terkini, teknologi pengisian baterai juga tak lepas dari perhatian para pecinta mobil. Teknologi pengisian listrik di Indonesia ada dua, yaitu AC dan DC.
AC (Alternate Current) merupakan charger 220 volt yang biasa digunakan untuk listrik rumah tangga. Pada mobil listrik, colokan pengisi daya AC disebut Tipe 2 dengan konektor 7 pin.
Sedangkan DC (Direct Current) atau lebih dikenal dengan istilah colokan pengisi daya, dapat mengisi daya mobil listrik dalam waktu singkat.
Namun jika mobil memiliki charger AC, dilarang menggunakan colokan DC. Sebab, hal ini berdampak pada kesehatan aki mobil itu sendiri.
Prinsip utamanya adalah baterai ini tidak dapat ditenagai oleh arus searah, melainkan karena bentuk selnya yang kecil. “Kalau terpaksa pakai DC, daya tahan baterainya jadi pendek,” kata PT Sokonindo Obuka dari Ihcsan Aria Putra Automotive Products di Seres E1 Media Fun Drive Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/11/2024).
Ihcsan menyatakan, teknologi baterai lithium yang menggunakan sel di bawah 20 kilowatt tidak akan mampu menahan arus fast charge dari charger DC.
Kecuali sel baterai litium tersebut dipadukan dengan material lain yang membuatnya mampu menerima arus pengisian cepat.
“Lithium, satu sel bisa menyimpan dari 3,2 volt dan maksimal 3,4 volt.” Sedangkan untuk pengisian dengan arus searah, jika kita pasang pertama kali, ukurannya kecil, daya yang dikirim mencapai 120 kilowatt. Dengan susunan sel lithium, “Ada yang kecil, harus mengalirkan arus 120 kilowatt, distribusi muatannya nanti berantakan,” ujarnya.
Ihcsan mencontohkan, misalnya dalam mobil ada empat buah baterai yang dicharge AC, jika diisi menggunakan DC maka sel pertama dapat terisi 50 persen, kemudian sel 2 terisi 30 persen, sel 4 terisi 100. persen. , kemudian sistem manajemen baterai (BMS) akan membaca bahwa baterai telah terisi penuh.
“Jika salah satu sel baterainya sudah terjual 100 persen, maka BMS akan menghitung bahwa seluruh penjualan sudah selesai. Meski masih banyak sel yang belum terjual. Ini mempengaruhi umur baterai,” jelasnya.
Jika sel baterainya rusak, pemilik kendaraan listrik harus menggantinya. Kini, biaya penggantian sel masih mahal.