Laporan jurnalis geosurvey.co.id Aysia Nursiamsi
geosurvey.co.id, JAKARTA – Pakar kesehatan dan epidemiolog Dicky Budiman mengungkap apa saja permasalahannya. Kesehatan yang akan Anda hadapi pada tahun 2025.
“Indonesia akan menghadapi tantangan kesehatan yang kompleks pada tahun 2025. Termasuk ancaman penyakit menular yang ada (malaria, HIV, TBC, DBD), risiko mewabahnya flu burung, dan resistensi terhadap obat antimikroba,” ujarnya kepada Tribunnnews, Kamis (1/2) 2024).
Selain itu, masih ada permasalahan lain yang mungkin mereka hadapi seperti zoonosis, sanitasi yang buruk, minimnya akses terhadap air bersih, dan masalah gizi.
Dampak perubahan iklim juga akan semakin mempersulit upaya pengendalian penyakit.
Selain itu, Dickey juga menyebutkan potensi ancaman utama terhadap kesehatan pada tahun 2025:
1. Penyakit menular masih menjadi beban utama
Malaria, HIV dan tuberkulosis (TBC) diperkirakan masih menjadi masalah utama di Indonesia pada tahun 2025, dengan angka kematian global sekitar 2 juta orang setiap tahunnya.
Malaria masih mewabah di beberapa wilayah Indonesia, terutama di wilayah timur seperti Papua dan Kepulauan di Zona Kecil.
Terkait HIV, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memperluas akses terhadap pengobatan antiretroviral (ARV) dan mengurangi stigma sosial.
Tuberkulosis di Indonesia termasuk negara dengan beban TBC tertinggi, dan munculnya resistensi antibiotik dapat memperburuk keadaan.
2. Flu burung (H5N1) dan risiko terjadinya epidemi baru
Strain flu burung H5N1 yang telah menyebar luas di kalangan unggas domestik dan liar telah menimbulkan kekhawatiran global dan nasional.
“Di AS, jumlah kasus infeksi pada manusia semakin meningkat, angka kematian mencapai 30% dari seluruh infeksi pada manusia,” tambahnya.
Di Indonesia, banyaknya jumlah unggas dan kurangnya pengendalian yang ketat meningkatkan risiko penularan infeksi ke manusia, terutama pada peternakan kecil yang belum tunduk pada peraturan yang ketat.
Di sisi lain, ada kemungkinan terjadinya mutasi. Satu mutasi genetik saja pada virus ini dapat membuatnya lebih mudah menular antar manusia, sehingga berpotensi menyebabkan pandemi.
3. Resistensi terhadap obat antimikroba (AMR)
Penyalahgunaan antibiotik, peresepan obat dan obat antimikroba yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peningkatan jumlah infeksi yang sulit diobati.
Penyakit yang disebabkan oleh patogen yang resistan, seperti HIV yang resistan terhadap obat, tuberkulosis yang resistan terhadap obat, gonore yang resistan terhadap antibiotik, dan infeksi bakteri lainnya, merupakan ancaman serius.
Resistensi antibiotik dapat membuat penyakit yang dulunya mudah diobati menjadi sulit dan mahal untuk diobati.
4. Zoonosis dan penyakit baru
Penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis) seperti Mpox (cacar monyet), Ebola, Zika dan rabies masih menjadi masalah.
Terutama di daerah dengan tingkat melek huruf yang rendah, kontak dengan satwa liar dan populasi satwa liar yang tinggi serta tingkat vaksinasi hewan yang rendah.
5. Dampak perubahan iklim terhadap penyebaran penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD): Perubahan iklim berupa peningkatan suhu dan curah hujan di beberapa wilayah, memperluas habitat nyamuk Aedes aegypti, vektor utama demam berdarah.
Penyakit pernafasan: Polusi udara dan kebakaran hutan dapat menyebabkan peningkatan kasus penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan asma.
6. Gelombang penyakit jiwa
Masalah kesehatan mental diperkirakan akan terus meningkat akibat tekanan ekonomi, ketidakpastian global, dan isolasi sosial.
Depresi, kecemasan dan bunuh diri merupakan masalah serius, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.
7. Masalah penyakit tidak menular
Penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular akan meningkat.
Ketika populasi berusia di atas 60 tahun terus bertambah, gaya hidup sedentary menjadi lebih umum.
Seiring dengan pola makan tinggi kalori, lemak, gula dan garam.
Masyarakat juga semakin terpapar polusi dan perencanaan kota yang ramah pejalan kaki, sementara ruang terbuka hijau semakin menjauhkan masyarakat dari kualitas hidup yang sehat.
8. Masalah BPJS Kesehatan
Kekacauan defisit dana BPJS kesehatan bisa terjadi jika pemerintah tidak mengambil keputusan yang cepat dan cerdas.
9. Krisis kesehatan anak dan gizi buruk
Pertama, kekurangan gizi, baik kekurangan gizi maupun obesitas, merupakan masalah serius di negara berkembang dan maju.
Oleh karena itu, penyakit terkait malnutrisi seperti sembelit dan diabetes tipe 2 pada anak memerlukan intervensi yang lebih besar.
Tidak cukup hanya merencanakan program gizi gratis pada tahun 2025
“Rencana ini selain penuh dengan tantangan implementasi yang memerlukan konsistensi, keberlanjutan dan kualitas, juga perlu dibarengi dengan perubahan gaya hidup. Serta perubahan pada aspek atau sektor lainnya,” saran Dickey.
Perubahan tersebut, kata Dickey, terkait dengan lingkungan hidup, sanitasi, air bersih, dan lain sebagainya. Sehingga dapat berkontribusi dalam meningkatkan status gizi masyarakat Indonesia. (*)