geosurvey.co.id, JAKARTA – Pengacara sekaligus mantan hakim pengadilan negeri Irwan Yunas menyoroti transparansi portal pembayaran dalam menangani dugaan korupsi.
Status tersangka Denny Indrayana dalam kasus korupsi payment gateway akan selesai 10 tahun pada Februari 2025.
Denny ditetapkan sebagai tersangka sejak 2015.
“Tugas ini harusnya dilakukan oleh Jaksa Agung (S.T. Burhanuddin) dengan memberikan perintah kepada bawahannya, atau bisa juga Presiden Prabowo memerintahkan Jaksa Agung,” ujarnya, Sabtu (2/11/2024).
Irvan Yunas mengimbau masyarakat segera melaporkan status tersangka Denny Indrayana ke kejaksaan sebagai jaksa penuntut umum.
Catatan publik ini juga dapat diserahkan ke Komisi Anti Korupsi (ACC) sebagai petunjuk.
“Kartu pos bisa dikirim ke Presiden atau langsung ke kejaksaan. “Bisa juga menghubungi BPK sebagai pembimbing,” jelas Irvan Yunas.
Ia mempertanyakan mengapa Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, tidak dijatuhi hukuman mati meski sudah hampir 10 tahun menjadi tersangka.
Irvan menduga kasus tersebut diselidiki secara tidak pasti.
“Mungkin jaksa penyidik masih mencari bukti lengkapnya. “Jika semuanya sudah lengkap namun tidak diajukan ke pengadilan, tentu akan menimbulkan pertanyaan terhadap profesionalisme penyidik dan faktor lain di luar hukum,” tutupnya.
Sekadar informasi, kasus gateway pembayaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kembali mencuat setelah Denny Indrayana mengumumkan di situsnya bahwa status tersangka akan berakhir dalam 10 tahun pada Februari 2025.
Pada Maret 2023, Andi Syamsul Bahri, pelapor yang dituduh korupsi, mengeluhkan mandeknya kasus tersebut, namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda kemajuan.
Denny Indrayana ditetapkan Polri pada 2015 sebagai tersangka korupsi gateway pembayaran di bawah Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Denny diyakini berperan memberikan nasihat kepada dua pemasok proyek, PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia, serta membantu keduanya menerapkan sistem tersebut.
“Satu rekening dibuka atas nama dua pedagang. “Uangnya disimpan di situ lalu dilimpahkan ke bendahara negara, itu melanggar hukum karena harusnya langsung masuk ke bendahara negara,” kata Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Polri) Anton Chalian. . . 25 Maret 2015.
Penyidik memperkirakan kasus tersebut merugikan negara sebesar Rp32.093.692.000 (Rp32,09 miliar), dan ada dugaan penarikan Rp605 juta dari sistem secara ilegal.
Anton menuturkan, ia menduga kuat Denny menyalahgunakan kewenangannya sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam program Sistem Pembayaran Paspor Elektronik.
Penanganan kasus yang dilakukan Denny telah disetujui oleh beberapa pihak di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, namun ia bersikeras tetap melanjutkan program tersebut.
Kejaksaan Agung juga memastikan kasus korupsi Payment Gateway yang tertunda sejak 2015 ini tengah didalami Tim Reserse Kriminal Polri.
Pada tanggal 13 Juni 2023, Bapak Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, mengatakan: “Saya belum menerima informasi apapun mengenai penutupan kasus ini.
Reporter membantah pernyataan ini.
Andi Syamsul Bahri melaporkan, berkasnya sudah lengkap dan P-21 sudah diperiksa Kejaksaan Agung. Ia bertanya-tanya mengapa kasus ini belum sampai ke pengadilan.
“Perkara ini sedang didalami Bareskrim dan P-21 dinilai memenuhi syarat penuntutan Kejaksaan Agung,” kata Andi Syamsul Bahri dalam surat permohonan ke Kejaksaan Agung tertanggal 8 Juni 2024.
Artikel di WartaKotalive.com ini menyebutkan Irvan Yunas mengatakan Payment Gateway harus segera diterapkan setelah 10 tahun kasus korupsi.