geosurvey.co.id – Pakar kesehatan kembali menyoroti praktik pengangkutan galon air minum dalam kemasan (BWW) dengan truk terbuka yang terkena panas sinar matahari.
Akibat kejadian tersebut, galon air minum yang dikonsumsi masyarakat terpapar kontaminasi bahan kimia berbahaya Bisphenol-A (BPA) yang berpindah dari wadah galon polikarbonat ke air minum yang ada di dalam wadah tersebut.
Pakar kesehatan, dr. Saya Oka Negara dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, beliau mengatakan bahwa wadah galon ini bisa menimbulkan kendala ketika didistribusikan, mulai dari galon kosong yang kemudian terisi atau galon yang sudah terisi dan dikirim ke distributor. .
“Saya cek dan beberapa data menunjukkan bahwa meskipun galon tidak terkena panas, namun kemungkinan besar terkena panas saat pendistribusian karena ditempatkan di truk terbuka,” kata Dr. Alasannya disela-sela seminar “Bebas BPA: Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sejahtera” di Hotel Amarossa Cosmo Jakarta (5/9/2024).
“Jadi paparan panas dan sinar ultraviolet (UV) melepaskan BPA. Jadi saran saya, kalau bisa mobil pengangkut harus ada atapnya agar BPA tidak aktif yang kemudian jatuh,” tambah Dr DOBŘE.
Mengenai senyawa kimia BPA, Dr. Renden, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa BPA secara kumulatif berbahaya bagi kesehatan tubuh.
“Jika BPA dikonsumsi terus menerus dapat menyebabkan sejumlah gangguan seperti gangguan estrogen, pria menderita mikropenis dan berpotensi mengalami gangguan kesuburan.” Sedangkan wanita cenderung melakukan debut seksual lebih awal dan payudara serta panggulnya tumbuh lebih awal,” jelas dr OK.
Kontaminasi AMDK polikarbonat galon BPA dikonfirmasi oleh penyelidikan lapangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penelitian mengungkapkan, air kemasan polikarbonat di enam wilayah Indonesia menunjukkan kontaminasi BPA yang mengkhawatirkan.
BPOM mencatat kadar BPA melebihi ambang batas 0,9 ppm per liter dalam AMDK galon air selama periode 2021-2022. Padahal nilai ambang batas yang ditetapkan adalah 0,6 ppm per liter. Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara merupakan enam wilayah yang diduga galon AMDK terkontaminasi paparan BPA.
Temuan BPOM menemukan kadar BPA yang tinggi sebesar 3,4 persen di fasilitas distribusi dan distribusi. Sementara hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan di atas 0,05-0,6 ppm menunjukkan 46,97 persen terdapat pada fasilitas distribusi dan sirkulasi serta 30,19 persen pada fasilitas produksi.
Sedangkan pengujian AMDK untuk kandungan BPA melebihi 0,01 ppm ditemukan 5 persen di fasilitas manufaktur dan 8,6 persen di fasilitas distribusi dan distribusi.
Dengan demikian, BPOM membuktikan bahwa terkontaminasinya botol galon AMDK dengan kelebihan BPA disebabkan oleh proses pasca produksi. Proses pengangkutan dan penyimpanan galon AMDK dari pabrik ke konsumen melalui berbagai media dan tempat dinilai tidak sesuai prosedur.
Misalnya galon yang terkena panas matahari atau mengembun saat direduksi diyakini menyebabkan kandungan BPA pada wadah galon berpindah ke dalam air.
Sehubungan dengan itu, Direktorat Pangan Olahan BPOM Yeni Restiani mengatakan proses migrasi BPA dari kemasan ke pangan antara lain disebabkan oleh proses pencucian yang tidak tepat dan penggunaan air bersuhu tinggi di atas 75 derajat Celcius. .
Selain itu, karena sisa deterjen, pembersihan dapat menyebabkan goresan, penyimpanan yang tidak tepat, dan paparan sinar matahari langsung atau berkepanjangan, kata Yeni.