geosurvey.co.id, JAKARTA – Kemunculan wanita bertopeng yang menyebut dirinya dokter detektif atau doktif menarik perhatian publik.
Dokter sering muncul, memakai masker di media sosial, mengulas perawatan kulit dan membantah klaim yang berlebihan.
Baru-baru ini Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (Badan POM RI) mengungkapkan rencana untuk meraih gelar Ph.D.
Apakah kehadiran dokter mengurangi BPOM? Hal ini disebabkan adanya dokter sebagai pengawas dan penyidikan terhadap maraknya peredaran produk perawatan kulit palsu yang berbahaya bagi kesehatan.
Benarkah BPOM merasa kompetitif dalam mengawasi perawatan kulit yang sebenarnya merupakan tugasnya?
Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam jumpa pers, Senin (30/12/2024) mengatakan, tanggung jawab pengawasan perawatan kulit yang termasuk dalam produk kosmetik secara resmi menjadi kewenangan dan tugas BPOM RI.
Hal ini mengacu pada peraturan hukum.
Jadi, menurutnya, tidak ada pengawasan yang bisa dilakukan oleh individu atau lembaga lain.
“Jadi kalau ada pertanyaan, apakah doktrin tersebut merupakan saingan Badan POM?” Badan POM tidak pernah merasa ada persaingan karena hanya lembaga yang berwenang berdasarkan undang-undang resmi BPOM, kata Taruna. Para taruna tersebut mengambil sumpah jabatan sebagai pimpinan BPOM RI di hadapan para guru besar, dosen dan mahasiswa Harvard Medical School, Harvard University, tepat di aula Massachusetts General Hospital, Boston, AS. Rabu, 20 November 2024 (HO)
Atas undangan tersebut, ia kembali menjalankan tugas dan fungsi BPOM sebagai lembaga pengawas.
Oleh karena itu, kita tidak ada persaingan, dan lembaga negara harus menjalankan tugas pokoknya sesuai dengan ketentuan yang ada, jelas Taruna.
Panggilan pengadilan tersebut dikatakan membangun motif doktrinal untuk melakukan peninjauan atas klaim perawatan kulit berlebih.
“Kami belum tahu motifnya apa, apakah karena business match atau motif lain, kami tidak tahu. Makanya kami mengundangnya,” ujarnya.
Selain mengundang para dokter, BPOM juga akan mengundang sejumlah influencer untuk membantu program BPOM 2025, yakni mengedukasi masyarakat.
Makanya kami sebagai lembaga negara akan memanggil mereka untuk memperjelas apa tujuannya dan sebagainya. Dari hasil klarifikasi ini kita bisa mewujudkan program kita yaitu komunikasi informasi dan pendidikan, kita punya program kerja seperti itu,” jelasnya. . Reaksi pengguna internet
Seruan dokter untuk meninjau kembali perawatan kulit premium sekali lagi mendorong pengguna untuk bereaksi.
“BPOM tidak boleh menggunakan klarifikasi yang tidak diperlukan. Informasi merupakan informasi yang mempunyai kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan BPOM. Dimana kasus mafia perawatan kulit, dimana kalian? Ada yang namanya perlindungan konsumen bagi masyarakat yang terpapar hidup-hidup, tutup mulut, apakah ada motifnya?
Munculnya doktrin, efek dari rendahnya pengawasan BPOM, tulis netizen lainnya. Sosok dokter yang viral di TikTok membeberkan kelakuan mafia perawatan kulit menggunakan hasil lab
Sosok Dokter Detektif atau Doktif yang sempat viral di TikTok perlahan terungkap.
Sebuah artikel di Tribun Jawa Timur (Jaringan Tribunnws.com) memberitakan, kemunculan Doktif kini menggemparkan dunia perawatan kulit di Indonesia.
Karena Doctif sangat berguna dalam mendeteksi hasil tes kandungan perawatan kulit yang tidak beralasan. Kedatangan Doktif yang dikenal dengan sebutan Dokter Detektif kini menggemparkan dunia perawatan kulit di Indonesia.
Merek perawatan kulit ternama, merek milik artis, bahkan selebriti Instagram pun tak luput dari hasil tes Doctif.
Namun Doctif kerap tampil dengan wajah bertopeng.
Banyak yang penasaran siapa sebenarnya Doctiff.
Jadi siapa sebenarnya karakter Doctonian?
Berdasarkan penelusuran Tribunsumsel.com, kuat dugaan sosok Doktif adalah seorang dokter wanita bernama Amira.
Dia memiliki sejumlah klinik kosmetik dengan mereknya sendiri.
Beliau mendirikan klinik tersebut 13 tahun lalu atau tahun 2009 di kota Serang, Banten.
Dokter Amira asli dari Surabaya.
Tak hanya itu, dr Amira diketahui sudah menikah.
Suaminya bukan sembarang orang, ia berprofesi sebagai pengacara ternama.
Hal tersebut diketahui dari postingan di Instagram @feriyust.
Suami dokter Amira adalah Teuku Nasrullah.
Itulah sedikit informasi mengenai karakter Doctief. Muncul di podcast Danny Sumargo
Doctif muncul di podcast Danny Sumargo yang tayang pada Selasa (22/10/2024).
Danny Sumargo menyebut Doctief terlalu berani membeberkan dunia mafia perawatan kulit.
Dalam podcast ini, Doctiff mengungkapkan awal dari upayanya untuk menghilangkan hal-hal negatif dari dunia perawatan kulit. Doctif muncul di podcast Danny Sumargo yang tayang pada Selasa (22/10/2024).
Menurut Doctif, dulu sempat heboh soal produk perawatan kulit yang mengandung bahan berbahaya dan merkuri.
“Dulu heboh soal kandungan zat berbahaya dan merkuri, itu baru permulaan, tapi sudah banyak dokter yang melapor.
“Tapi banyak juga pemiliknya yang melakukan tapi tidak mengakui, mereka menggosok ketika tahu positif hidrokuinon, tapi katanya palsu, jadi susah banget pemberantasannya,” jelasnya.
Menurut Doctif, beberapa bahan disalahartikan sebagai berbahaya.
Namun ramuan tersebut aman digunakan jika diresepkan oleh dokter dan diikuti dalam jangka waktu tertentu.
“Jadi perannya bisa semua itu, kadang dilebih-lebihkan, lalu perannya di bagian zat berbahaya, tapi ini koreksi kecil, hidrokuinon diperbolehkan selama dalam pengawasan dokter, jadi masyarakat salah paham. , bagus banget, tapi di bawah pengawasan dokter tidak boleh diperjualbelikan secara bebas, namanya blue label,” jelas Doctief.
“Blue Label tidak berbahaya asalkan diperoleh di klinik, dengan resep dokter dan dalam pengawasan dokter dalam jangka waktu tertentu, sangat aman,” lanjutnya.
Tak hanya itu, Doctief juga menemukan permasalahan pihak-pihak yang meminta bantuannya dalam menyembunyikan bahan-bahan berbahaya dalam produknya.
“Dok, banyak sekali yang mau mencampakkanmu, dan pasti banyak juga yang mau suap kan, kalau kamu review produk yang tidak bagus,” tanya Danny Sumargo.
“Jangan bilang tidak bagus, tidak sesuai dengan klaimnya,” jawab Doctief.
“Apakah kamu menawarkan uang?” tanya Densa.
“Ada, tapi lewat orang lain, perantara, bahkan ada dokter langsung yang mau minta sejumlah,” jawabnya.
Namun Doctief sama sekali tidak menerima hal tersebut, malah semakin membeberkan masalah perawatan kulit yang berlebihan dan berbahaya.
Oke, apakah kamu menerimanya? Apakah angka-angka itu pernah dipublikasikan?” kata Danny Sumargo penasaran.
“Tidak, karena saya tidak pernah peduli,” jawab Doctief.
Jadi terserah dokternya mau berapa, pungkas Danny Sumargo.
“Iya saya tidak mau karena dari awal tidak ada uang yang dihasilkan dari menunjukkan hasil lab tersebut,” kata Doctief.
Di akhir, ia menjelaskan asal muasal uang yang diterimanya setelah menolak berbagai tawaran.
“Jadi kamu mencari uang melalui itu?” dia bertanya pada Densa.
“Coba saja pekerjaan itu,” Doctief menjelaskan.
“Tapi Anda di sana bukan untuk mempromosikan produk Anda, bagaimana orang mau membelinya,” kata Danny Sumargo sambil bertanya lagi.
“Untuk berjualan tidak harus dari dokter, bisa dari orang lain, buktinya banyak merk skincare yang pemiliknya tidak mereka kenal, misalnya merk big S,” jawab Doctief.
“Dia punya platform kosmetik yang besar, dia pengusaha, dokter yang memeriksa apakah dia aman, tapi selama ini dokternya belum kenal, jadi dokternya pakai masker dan coba di sana, tapi masyarakat tidak tahu. itu, tapi sulit di zaman sekarang ini,” ujarnya. Doctiff. .
“Iya karena zaman lenturnya kuat,” lanjut Densu.
(geosurvey.co.id/Rina Ayu/Anita K Wardhani) (TribunSumsel/TribunJatim)