Tribunenews.com – Majelis Umum PBB secara resmi menuntut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menarik pasukan pertahanan IDF dari Dataran Tinggi Golan Suriah.
Desakan tersebut disampaikan melalui resolusi atau teks resmi yang diadopsi PBB pada Kamis (5/12/2024).
Isi resolusi tersebut menegaskan kebutuhan Israel untuk mematuhi hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan untuk menerapkan undang-undang dan kewenangannya di Dataran Tinggi Golan adalah “tidak relevan dan tidak memiliki validitas.”
Selain itu, pasukan Israel juga harus menarik diri dari seluruh Golan, Suriah selambat-lambatnya pada batas waktu 4 Juni 1967.
Keputusan tersebut juga menegaskan legalitas pembangunan perumahan dan kegiatan lain di kawasan tersebut.
“Berlanjutnya pendudukan dan pendudukan Golan oleh Suriah merupakan hambatan bagi upaya mencapai perdamaian yang adil, komprehensif, dan abadi di kawasan,” jelas resolusi tersebut, yang dikutip oleh Anadolu Agency.
PBB tidak sendirian dalam melaksanakan keputusan ini, sekelompok negara antara lain Bolivia, Kuba, Korea Utara, Mesir, Irak, Yordania, Lebanon juga mendukung upaya ini.
Diikuti oleh Oman, Qatar, Arab Saudi, Afrika Selatan, Sudan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Venezuela, dan Yaman. Itulah sebabnya konflik terjadi di Dataran Tinggi Golan
Dataran Tinggi Golan telah lama menjadi medan pertempuran antara Israel dan Hizbullah.
Menara berbatu yang menjulang setinggi 2.800 meter di barat daya Suriah ini telah lama diperebutkan karena lokasinya yang strategis.
Golan sendiri memisahkan Israel, Lebanon, Suriah dan Yordania, antara Laut Galilea di barat, Sungai Yarmouk di selatan, Wadi Raqqad di timur, dan Gunung Hermon di utara.
Meski penuh bebatuan, Golan masih merupakan lahan pertanian luas yang saat ini digunakan untuk kebun anggur atau padang rumput bagi sapi dan domba.
Peningkatan ini menjadikan Golan memiliki nilai strategis bagi militer Israel, khususnya untuk mencegah serangan dari Suriah dan Lebanon.
Pasalnya, tentara Israel menduduki Golan dan memaksa Suriah untuk tidak bergerak karena peralatan militer mereka hanya berjarak 60 kilometer dari ibu kota Damaskus.
Selain itu, dengan menduduki Golan, Israel dapat melindungi sumber air minum bagi warganya.
Inilah sebabnya mengapa Israel mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1981, sebuah tindakan yang tidak diterima oleh sebagian besar komunitas internasional. Suriah mengatakan kawasan itu selalu menjadi wilayahnya dan berjanji akan merebutnya kembali, sementara Israel mengatakan dataran tinggi itu penting untuk pertahanannya dan akan tetap berada di bawah kekuasaannya selamanya.
Setelah penahanan tersebut, sekitar 20.000 warga Yahudi dilaporkan tinggal secara ilegal di Dataran Tinggi Golan.
Pemukiman tersebut dianggap ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya. (TribuneNews24.com/Namira Unia)