TribuneNews.com, Jakarta – “Tidak ada yang sia-sia jika dilakukan dengan hati yang ikhlas. Setiap momen adalah kesempatan untuk berbuat baik. Karena segala sesuatu yang ditanam dengan baik cepat atau lambat akan membuahkan hasil yang baik.”
“Mungkin tidak hari ini, tapi kebaikan akan kembali pada waktunya, baik berupa cinta, kesehatan, atau kebahagiaan,” kata Sri Suparni Bahlil saat peluncuran buku kenangan yang ditulisnya, “Mengukir Jejak, Peduli Harapan”. Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Jumat 18 Oktober 2024.
Ibu mertua Pak Suparni, Haji, hadir dalam acara sederhana tersebut. Kartasmita, Nani Hadi Tjajanto, Ayu Renee Rosen, Cristina Suhasil, Cinta Pahla, dan Vero Eudo Margono.
Turut hadir pula perempuan-perempuan pengurus DWP Kementerian Investasi/BKPM, DWP Kementerian ESDM, Yayasan Hanida, Perempuan HIPMI, Perempuan Pengusaha, Pengurus IPEMI Pusat dan Daerah seperti IPEMI Papua dan lain-lain.
Acara peluncuran buku berkesan Pak Suparni ditandai dengan penyerahan buku secara simbolis kepada para tamu undangan yang dilanjutkan dengan talkshow membedah isi buku dengan Eddie Suriadi sebagai pemimpin redaksi.
“Saya tahu Bu Sri adalah seorang pekerja keras dan sangat aktif. Dalam berbagai tugas beliau menunjukkan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan tugasnya,” kata Liza Thohir.
Ibu Andang Budhi Karya kemudian berkata, “Secara pribadi menurut saya Bu Sri adalah orang yang cerdas dan cerdas. Bahkan dalam beberapa aktivitas saya melihatnya bekerja dengan cepat sambil duduk. “Dan saat dia di sana, suasananya meriah,” ucapnya yang mendapat tepuk tangan meriah dari para tamu undangan.
Ibu Herwin Melientina Wangai, istri Pj Gubernur Papua Pegunungan, juga berkesempatan hadir. Menampilkan sesuatu yang tergantung di belakang kepala.
“Saya sengaja tidak menyebut diri saya Nokan agar orang mengenalinya sebagai warisan budaya Papua. “Saya belajar dari Bu Sri yang selalu menyertakan baju dan gambar Papua.
Pada saat yang sama, MC meminta suami Pak Suparni, Bahlil Lahadlia, yang tiba di tengah kejadian, untuk memberikan keterangan. Saya mengapresiasi usaha penulisnya. Selamat,” kata Bahlil singkat.
Perempuan asal Jawa yang menuntut ilmu di Papua ini berbagi pengalaman pribadinya sebagai aktivis perempuan, pengusaha, istri menteri di kabinet progresif Indonesia, yang memetik hikmah dari situasi sulit.
Ia menghimbau kepada seluruh perempuan untuk tidak banyak mengeluh, mudah menyerah atau pasrah, meskipun ditempatkan atau ditugaskan di tempat yang tidak diinginkannya.
Buku yang diedit oleh Eddie Suriyadi dan Rusman Mazulekka ini juga membahas tentang biografi Pak Suparni yang bermula dari sebuah desa terpencil di sepanjang Sungai Bengwan Solo di wilayah Shregen, Jawa Tengah.
Inti pesannya, dimanapun kita berada yang kita anggap tidak menyenangkan, jauh, misalnya di Papua, atau secara ekonomi tidak menguntungkan kita, tetap jangan malu. Karena tidak ada proses yang sia-sia, katanya. lanjutan.
Shri mengatakan, buku ini ditulis bukan dengan tujuan untuk menunjukkan kehidupan pribadinya dan menunjukkan bahwa dirinyalah yang terbaik.
Melalui buku ini, istri Bahlil Lahdalia ingin perempuan menjadi individu yang kuat dan mampu mengambil pelajaran dari setiap usaha dan langkah yang diambil.
Dalam buku ini juga dibahas pengalaman organisasi, kegiatan sosial kemanusiaan, dan pemberdayaan UMKM. Buku ini ditujukan khusus untuk adik-adik dan generasi milenial yang baru memulai karir.
Berbagai kolaborasi ini membuktikan bahwa ketika hati dan pikiran bersatu, segala tantangan bisa diatasi. Kolaborasi ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja, namun memberi makna pada setiap jalan yang kita ambil.
Ia berharap beberapa kisah yang ditulis dalam buku tersebut dapat menjadi pelajaran hidup dan inspirasi bagi generasi muda mendatang. Apalagi bagi siapapun yang memutuskan menjadi pelaku UMKM yang bisa naik kelas.
“Bisa diterapkan di semua aspek kehidupan, tapi sasaran utamanya adalah adik-adik saya, perempuan-perempuan yang belum berdaya dan potensinya sudah meningkat,” ujarnya.