Reporter geosurvey.co.id Dennis Destrivan melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) meminta pemerintah mengusut kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Presiden GAPMMI Adi Luqman mengatakan kenaikan PPN akan berdampak besar pada rantai pasok, meningkatkan biaya bahan baku dan produksi. Terakhir, harga jasa atau produk meningkat sehingga melemahkan daya beli masyarakat dan menurunkan efektivitas penjualan.
Dalam keterangan resminya, Senin (25/11/2024), Adi mengatakan, “Khusus produk pangan yang sensitif terhadap harga, masyarakat akan mengerem konsumsinya. Hal ini akan mengurangi konsumsi rumah tangga.
Menurut dia, konsumsi rumah tangga yang menopang pertumbuhan ekonomi menyumbang 53,08% terhadap total pendapatan negara.
Pada triwulan III tahun 2024, konsumsi hanya meningkat sebesar 4,91% dibandingkan triwulan II tahun 2024 sebesar 4,93%.
Industri makanan dan minuman menjadi penggerak bisnis antar berbagai perusahaan ritel di pasar tradisional dan modern, ujarnya. Peningkatan aliran dan peredaran uang melalui transaksi komersial melalui berbagai saluran membantu meningkatkan kegiatan perekonomian dan pendapatan pemerintah.
Dengan demikian, kenaikan PPN berpotensi menekan pertumbuhan industri makanan dan minuman sehingga memperlambat pemulihan perekonomian negara.
Apalagi, pemerintah berencana mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang harus didukung oleh semua sektor.
“GAPMMI mengharapkan pemerintah memilih langkah lain untuk meningkatkan pendapatan nasional,” ujarnya.
Misalnya saja dengan menerapkan perpanjangan PPN, potensinya masih besar. Selain itu, dimungkinkan dalam pasal 7 ayat 3 UU 7/2021 yang dapat mengubah tarif pajak pertambahan nilai minimal 5% (5%) dan maksimal 15% (15%).