Koresponden Tribune News Mario Christian Sumampov melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Pemerintah memutuskan tidak memberikan keterangan dalam uji hukum Undang-undang (UU) Kota yang digelar di Mahkamah Konstitusi (CC).
Keputusan tersebut diumumkan Koordinator Penyelesaian Sengketa Hukum Purwoko Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).
“Kami sepakat untuk tidak menggunakan hak memberitahukan kepada Presiden dalam lingkup kewenangan Presiden, Yang Mulia. Hal itu kami pertimbangkan dari berbagai faktor,” kata Purvoko.
Namun, dia tak merinci alasan sebenarnya pihaknya menolak memberikan informasi.
Menurut Purvoko, alasan tersebut tidak mungkin diungkapkan, karena hal itu merupakan keputusan manajemen, khususnya Kementerian Dalam Negeri.
“Jadi kami sudah mempertimbangkan aspek-aspek yang berbeda dan kalau sudah kita jalani, akan lebih baik kasus ini dibawa ke Pengadilan, sehingga kami yakin Pengadilan akan menutupnya dengan seadil-adilnya,” ujarnya.
Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo, meski pemerintah berhak memilih untuk tidak memberikan informasi, namun pejabat yang berwenang harus menyampaikan keputusan secara jelas dan metodis.
Ia juga menegaskan, Mahkamah Konstitusi mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melindungi hak konstitusional warga negara, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan pengujian undang-undang.
“Ini bukan untuk kepentingan pengadilan, tapi untuk memastikan proses yang transparan dan adil bagi semua pihak, terutama pencari keadilan,” ujarnya.
Suhartoyo menekankan tanggung jawab pemerintah dalam semua perkara di Mahkamah Konstitusi.
Menurut ketentuan Pasal 41 Bagian 2 dan Pasal 54 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah berhak memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Presiden, Republik Kazakhstan, atau lembaga negara lainnya untuk memberikan keterangan yang diperlukan. . .
Dalam konteks ini, Mahkamah berharap pemerintah atau presiden dapat memenuhi permintaan tersebut untuk memastikan tersedianya informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan akhir. Beberapa pejabat kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apdesi) tampak di depan gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (31/1/2024). Demonstrasi tersebut menyerukan segera ratifikasi tinjauan undang-undang negara pada sidang paripurna tanggal 6 Februari 2024. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Keputusan pemerintah untuk menyembunyikan informasi tidak hanya berdampak pada proses hukum, namun juga persepsi masyarakat.
Sebagai informasi, uji coba materi ini diberikan oleh Persatuan Desa Bersatu dan beberapa pimpinan desa, dan lolos registrasi Nomor 1.107/PPU-XXII/2024.
Mereka memeriksa materilnya sesuai Pasal 118 huruf e UU tersebut. Tentang perubahan undang-undang “Tentang Kota” tanggal 3 September 2024.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa kekuasaan kepala desa yang masa jabatannya berakhir sebelum Februari 2024 dapat diperpanjang.
Namun masa jabatan pemimpin kota yang masa jabatannya berakhir pada November 2023, Desember 2023, dan Januari 2024 itu tidak akan diperpanjang.
Pemohon yang merasa menyayangkan ketentuan tersebut menilai, UU Pemprov DKI seharusnya memuat perpanjangan masa jabatan pimpinan kota yang masa jabatannya akan berakhir pada November 2023 hingga Januari 2024.
Mereka meminta Mahkamah Konstitusi menafsirkan kembali pasal tersebut dan memastikan kejelasan hukum.