Dilansir reporter geosurvey.co.id, Endrapta Pramudhiaz
geosurvey.co.id, JAKARTA – Penasihat energi Presiden Prabowo Subianto, Purnomo Yusgiantoro, memperingatkan bahwa cadangan energi Indonesia mungkin terancam rusak di masa depan.
Situasi ini mungkin terjadi jika Indonesia tidak menerapkan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan.
Purnomo pertama kali menjelaskan bahwa Indonesia memiliki posisi strategis dalam geopolitik kekuatan regional.
Oleh karena itu, ia melihat sektor pertambangan di Indonesia memainkan peran penting dalam menciptakan stabilitas energi jangka panjang, terutama di tengah meningkatnya permintaan global terhadap sumber daya mineral.
Hal tersebut disampaikan Purnomo dalam pidato yang digelar Harian Kompas dan Asosiasi Pertambangan Indonesia bertajuk “Bergerak dengan Propespes untuk Ketahanan Energi Indonesia Tahun 2035” di Menara Kompas, Jakarta pada Jumat (22/11/2024).
“Ketahanan energi bukan hanya soal pasokan, tapi bagaimana kita bisa mengelola sumber daya alam secara bijak demi kepentingan masa depan,” kata Purnomo.
Dalam konteks ketahanan energi, Purnomo menekankan bahwa sektor pertambangan mempunyai tanggung jawab besar dalam menjamin pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Pengelolaan yang tidak bertanggung jawab dapat berisiko mengurangi kebutuhan kapasitas penyimpanan energi di masa depan.
Purnomo mengatakan pengelolaan sumber daya tidak hanya soal kuantitas tetapi juga kualitas.
“Kita harus memastikan proses ekstraksi dan penggunaan sumber energi tidak merusak lingkungan atau mengancam kelestariannya,” ujarnya.
“Dengan teknologi yang tepat, kita bisa mencapai tujuan tersebut tanpa mengorbankan daya dukung alam,” pungkas Purnomo.
Wakil Presiden Asosiasi Pertambangan Indonesia Ezra Sibarani turut hadir dalam diskusi tersebut.
Ezra menekankan bahwa agar sektor pertambangan Indonesia dapat diakui sebagai pendorong utama penguatan ketahanan energi, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi.
Tantangan-tantangan ini mencakup tata kelola, teknologi, dan pendanaan.
Selain itu, kata dia, untuk mencapai kemandirian energi, Indonesia memerlukan pendekatan kolaboratif yang memadukan inovasi teknologi dan investasi strategis.
“Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga seluruh pemangku kepentingan di sektor pertambangan,” kata Ezra.
Tantangan bagi pelaku industri
General Manager Pengembangan Bisnis dan Manajemen Risiko PT CNI Aldo Namora yang turut hadir dalam acara diskusi menjelaskan tantangan yang dihadapi para pelaku industri pertambangan saat ini.
Ia mengatakan, tantangan terbesar bagi pelaku industri adalah memastikan keberlanjutan proyek pertambangan di tengah volatilitas pasar dan peraturan yang ketat.
“Namun kami yakin, dengan dukungan pemerintah dan pengembangan inovasi yang berkelanjutan, sektor ini dapat menjadi salah satu pilar utama ketahanan energi bangsa,” kata Aldo.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute sekaligus akademisi Universitas Trisakti Komaidi Notonegoro menambahkan, sektor pertambangan juga turut membantu pertumbuhan perekonomian nasional hingga 8%.
Komaidi menjelaskan, industri pertambangan tidak hanya menjadi penghasil devisa negara, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing global.
“Kontribusi sektor ini sangat penting, apalagi jika kita mampu memanfaatkan kekayaan mineral untuk memperbaiki nilai tambah. “Namun, kita perlu berhati-hati dalam mengelola dampak lingkungan kita,” katanya.