Wartawan geosurvey.co.id Eko Sutriyanto melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Belakangan ini, sejumlah kasus penyakit tidak menular (PTM) bermunculan.
Salah satunya gagal ginjal sehingga mengharuskan 60 anak menjalani perawatan gagal ginjal di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSCM) Cipto Mangunkusumo.
Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga menunjukkan kasus diabetes pada anak terus meningkat. Kasus diabetes tipe 1 pada anak dilaporkan meningkat sebesar 70 persen dari tahun 2010 hingga 2023.
Meningkatnya angka penyakit tidak menular pada anak tidak lepas dari gaya hidup anak masa kini yang sering terlalu banyak mengonsumsi jajanan atau makanan dan minuman olahan.
Pengamat Kebijakan Publik Muhammad Gumarang mengatakan negara berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan dan perlu tindakan segera untuk meresponsnya.
Karena itu, dia meminta pemerintah mengeluarkan aturan tegas untuk mengendalikan jajanan anak.
“Saya kira perlu ada aturan yang tegas untuk mengendalikan jajanan ini,” kata Gumarang dalam keterangannya, Selasa (22/10/2024).
Gumarang juga membandingkan minimnya regulasi mengenai jajanan tersebut dengan ketatnya regulasi mengenai susu hasil budidaya.
Menurut dia, pemerintah akan mengendalikan pertumbuhan susu berlebih melalui PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Padahal, menurut Gumarang, susu formula mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan anak.
Namun produk olahan makanan ringan yang kurang bergizi belum diatur dengan baik oleh pemerintah, padahal susu memiliki nutrisi yang baik untuk tumbuh kembang anak, kata Gumarang.
Menurut Gumarang, penerbitan aturan jajanan ini juga didukung oleh dokter spesialis anak, Dr. William Cheng, Sp.A, mengatakan perlu adanya aturan yang dapat mengontrol batasan konsumsi anak.
Salah satunya adalah pengaturan label kemasan agar masyarakat dapat mengetahui seberapa besar kandungan gizi suatu produk.
Ia mengatakan, peraturan pelabelan kemasan telah diterapkan di banyak negara. Hal ini bisa menjadi acuan pemerintah dalam membuat aturan serupa.
“Alangkah baiknya kalau [label produk] juga diatur. Kita bicara gula dan garam di sini. Di negara lain, ada labelnya, ada klasifikasinya, jadi orang sudah tahu. Sayangnya, Indonesia tidak punya itu,” kata William.