geosurvey.co.id, JAKARTA – Judi online meresahkan masyarakat.
Ketika mafia judi online senilai Rp 167 miliar di Komdigi (sebelumnya Kominfo) terbongkar, permasalahan terkait perjudian online semakin serius.
Situasi ini sangat memprihatinkan karena uang para bandar taruhan online telah masuk ke kantong oknum pejabat pemerintah.
Menurut pakar teknologi dan informasi Dr Pratama Prasaddha, hal ini sangat memprihatinkan karena 80 persen peserta judi online berasal dari kalangan bawah.
Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Comdigi) mempunyai kapasitas untuk memerangi perjudian online yang menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat.
Pratama mengatakan kepada wartawan, Rabu (4/12/2024), “Komdigi memiliki kemampuan untuk memblokir server yang melayani situs perjudian online dan memblokir VPN yang digunakan untuk memblokir Komdigi.
Lebih lanjut Dr Pratama Prasadha mengatakan, pemerintah bisa melacak akun judi online.
Pertama, rekening bank yang digunakan untuk mentransfer uang dalam perjudian online aktif 24 jam dan menerima sejumlah kecil uang, namun muncul secara rutin, pihak bank dan PPATK mengetahui secara pasti, dan yang kedua, server perjudian online di Indonesia menggunakan domain Komdigi perusahaan yang diberi wewenang oleh PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) dan Komdigi dapat memproses, ketiga, PPATK dalam menganalisis rekening keuangan perusahaan atau individu tersebut yang menerima dana judi online dalam jumlah besar, yang dicocokkan melalui sumber yang sah. “Kami sudah punya nama dan alamatnya, jadi sebaiknya kita bertindak sebagaimana mestinya, tidak berani?”
Pratama Prasadha juga menyoroti upaya penundaan pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang seharusnya didirikan pada Oktober 2024.
“UU Perlindungan Data Pribadi mensyaratkan pendirian Lembaga PDP 2 tahun setelah undang-undang tersebut disahkan, namun belum terbentuk, padahal kewenangan pendirian lembaga tersebut berada di tangan Presiden.” katanya.
“Badan PDP menjadi garda terdepan dalam upaya perlindungan data pribadi masyarakat. Apabila ada data yang bocor, Badan PDP dapat melakukan uji forensik, mengusut, dan mengambil tindakan hukum.” Badan tersebut dapat mengawasi sektor swasta dan sektor publik, memberikan sanksi, namun entitas negara hanya dapat dikenakan sanksi administratif.
Dr Pratama juga mengamati bahwa kurangnya kesadaran tentang data pribadi di Indonesia menyebabkan banyak kebocoran data.
“Yang paling penting untuk melindungi data pribadi adalah dengan menyandikannya, menyandikannya, mengenkripsinya, agar data kita tidak mudah ditemukan oleh peretas. Nah, yang terjadi sekarang adalah orang-orang punya akses ke peretas. Mudah ditemukan. data pribadi yang dikumpulkan oleh entitas swasta dan lembaga pemerintah,” katanya.
“Meski lembaga BSSN punya kemampuan enkripsi data, tapi gratis, bisa tanya ke BSSN, sayangnya kewaspadaannya buruk, data pribadi yang dibobol dianggap tidak penting, kenapa?”
Lebih lanjut Dr Pratama mengatakan, masyarakat dirugikan karena kurangnya kewaspadaan terhadap kebocoran data.
“Data yang bocor tersebut digunakan oleh pelaku kejahatan untuk mengirimkan file APK melalui media sosial untuk mengakses data pribadi masyarakat, agen judi online untuk mengirimkan ajakan berjudi online,” ujarnya.
Oleh karena itu, Dr Pratma mendorong segera dibentuknya Lembaga Perlindungan Data Pribadi untuk segera menerapkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.