Laporan reporter Tribune.com Ilham Ryan Pratama
Tribun News.com, Jakarta – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi akan mendalami fakta auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta sejumlah uang untuk memberikan pemeriksaan yang belum tuntas. Komentar. (WTP) kepada Kementerian Pertanian (Kementan).
Hal itu terungkap dalam persidangan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syarul Yasin Limpo (SYL).
“Sedang didalami penyidik,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan, Jumat (25/10/2024).
Penyidik tengah mendalami fakta proses pembukaan perkara baru terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa diminta bungkam.
“Tunggu saja,” katanya singkat.
Terkait permasalahan tersebut, BPK memeriksa SL tersebut pada Jumat, 17 Mei 2024.
“Sesuai keputusan dewan pemberantasan korupsi hakim, panitia antikorupsi mengatur agar Kepala Pemeriksa Keuangan IV BPK Utama memeriksa saksi-saksi yang diduga melanggar kode etik pemeriksa. senior.5/2024).
Saksi yang diperiksa adalah terdakwa Sihrul Yasin Limpo, tambahnya.
Sehari yang lalu, Kamis 16 Mei 2024, BPK menanyakan kepada mantan Sekjen Kementerian Pertanian Cassidy Subagino dan Dirjen Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Mohamed. topi.
Kemarin (16/5) saksi sudah diperiksa yakni terdakwa Kasdi dan M. Hata, ujarnya.
Dihubungi media usai ditanya BPK, SL menolak berkomentar. Dia mengatakan bukanlah sebuah peradaban yang memberikan informasi.
“Saya tidak bisa kasih keterangan apa-apa. Tanya saja ke pemeriksa,” kata SL di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (17/5/2024) sore.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Pertanian mengaku telah membayar 5 miliar birr kepada pemeriksa BPK untuk memperoleh predikat WTP.
Fakta itulah yang terungkap pada Rabu 8 Mei 2024 dalam sidang korupsi mantan Menteri Pertanian SL di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Menurut saksi Hermanto, Sekretaris Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, auditor BPK terlebih dahulu meminta Rp 12 miliar.
“Jadi ada permintaan atau apa agar Kementerian Pertanian menjadi PAP?” tanya jaksa di persidangan.
Waktu itu diusulkan untuk ditransfer ke pimpinan untuk harganya, kalau tidak salah diminta ke Kementan Rp 12 miliar. Pak Victor (sebelumnya auditor BPK) Rp 12 miliar. Jawab Hermantu.
Jika ditelusuri lebih lanjut, usulan BPK mengenai WTP tampaknya terganjal oleh Food Estate Proyek Strategis Nasional.
Berdasarkan keterangan Hermanto, ada beberapa temuan BPK terkait proyek tersebut, terutama dari sisi manajemen.
Contoh penemuan domain pangan adalah ditemukannya dokumentasi yang lengkap dan kurang pengelolaannya. Kata di BPK itu uang muka dan itu belum TGR. Jadi ada peluang untuk menyelesaikan dan menyelesaikan pekerjaan itu, kata dia. Hermanto.
Namun Kementerian Pertanian tidak memberikan 12 miliar Birr melainkan 5 miliar dolar. Penerimaan Rp 5 miliar dikonfirmasi oleh BPK.
“Akhirnya permohonan Rp 12 miliar itu dipenuhi seluruhnya atau saksi hanya mengetahui sebagian saja?” kata jaksa.
“Tidak, kami tidak membuatnya. Saya dengar mungkin sekitar 5 miliar,” kata Hermanto.
Menurut Hermanto, dana sebesar Rp5 miliar untuk auditor BPK berasal dari vendor yang bekerja di proyek Kementerian Pertanian.
Yang dimaksud penjualnya adalah Mohammad Hatta yang merupakan Direktur Peralatan dan Mesin Kementerian Pertanian.
“Bukankah Pak Hatta Rp 5 miliar itu saksi yang dia rawat? Dari mana Pak Hatta mendapat uangnya?” tanya jaksa.
“Penjual,” jawab saksi Hermantu.
Bayar Rp 5 Miliar ke BPK, Kementan tak butuh waktu lama untuk mendapat notifikasi WTP.
“Setelah beberapa waktu, komentarnya keluar?” kata jaksa KPK.
“Keluar. WTP keluar,” kata Hermanto.
Sekadar informasi, keterangan tersebut diberikan kepada tiga terdakwa: mantan Menteri Pertanian Siahrul Yasin Limpo; Mohammad Hata, yang merupakan Direktur Peralatan dan Mesin Kementerian Pertanian; dan Cassidy Subagino, mantan Sekretaris Kementerian Pertanian.
Hukuman penjara mantan Menteri Pertanian Siahrul Yasin Limpo bertambah menjadi 12 tahun penjara dan saat ini sedang diajukan banding.
Pada Senin (14/10/2024), situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat menulis, “Status perkara, permohonan putus.”
Tak hanya SL, Dirjen Perkebunan Kementan 2020-2021 dan Sekjen Kementan 2021-2023, Kasdi Subagyono serta mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Kementan, Mohamed Hatam mengajukan banding.
Di pengadilan tingkat pertama, SL didakwa mengeksploitasi bawahannya di Kementerian Pertanian dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda 300 juta birr.
Total uang yang dicuri berjumlah 44,2 miliar dolar 30 ribu dolar, namun hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan uang yang digunakan SL dan keluarga adalah 14,1 miliar dolar 30 ribu dolar.
Majelis hakim juga memberikan penghargaan kepada SL sejumlah uang yang diterimanya yaitu Rp. Dia memerintahkan dia untuk membayar kompensasi.
Jika harta SYL tidak cukup untuk membayar uang pengganti, maka akan digantikan dengan penjara.
Komisi Pemberantasan Korupsi menolak keputusan tersebut. KPK mengajukan banding dan menuntut SL membayar ganti rugi sebesar 44,2 miliar.
Hakim Pengadilan Tinggi Diki Jakarta menambah hukuman SL menjadi 12 tahun penjara dan denda IR 500 juta menjadi empat bulan.
Denda penggantian SL juga meningkat menjadi Rp 44.269.777.204 dan USD 30.000.
Selain SL, hakim juga memvonis Kasdi dan Hatta yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
Cassidy dan Hata awalnya divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Di tingkat banding, hukuman Cassidy bertambah menjadi sembilan tahun penjara. Sementara hukuman Hatta tetap empat tahun penjara.