Laporan jurnalis geosurvey.co.id Eko Sutriyanto
geosurvey.co.id, JAKARTA – Teknologi komputasi awan telah menjadi elemen penting bagi transformasi dan pengembangan perusahaan korporasi karena mendorong efisiensi operasional, skalabilitas, keamanan data, dan inovasi aplikasi yang unggul.
Banyak bisnis digital native (DNB) telah bermigrasi ke atau mengadopsi komputasi awan, demikian ungkap penelitian baru.
Mereka menggunakan teknologi ini dengan fokus pada efisiensi dan produktivitas. Pesatnya adopsi open source mendorong penerapan teknologi asli di Indonesia.
Julyanto Sutandang, CEO PT Equnix Business Solutions, mengatakan pesatnya ekspansi ekonomi digital di negara ini, meningkatnya dukungan dari pemerintah dan adopsi cloud oleh dunia usaha meningkatkan permintaan akan infrastruktur pusat data yang kuat.
“Ada juga inovasi di bidang kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT),” kata Julianto Sutandang dalam keterangan tertulis, Jumat (20/12/2024).
Selain itu, meningkatnya permintaan terhadap analisis big data akan semakin merangsang permintaan akan pusat data yang kompleks dan perusahaan layanan solusi TI berusaha memanfaatkan peluang ini.
“Tidak berlebihan jika dalam laporan Google e-Conomy SEA 2024, nilai transaksi bruto ekonomi digital Indonesia yang biasa disebut GMV atau Gross Merchandise Value adalah sebesar USD 90 miliar dan diproyeksikan meningkat menjadi USD 360 miliar pada tahun 2030. , “katanya.
Julianto menambahkan, meski sumbernya terbatas, Indonesia punya solusi alternatif yang tidak perlu menyediakan software luar negeri yang mahal, tapi kita punya software yang bisa kita kembangkan sendiri.
Ini wujud kemandirian, kebebasan dan kedaulatan, karena kitalah yang mengendalikan semua ini, juga berdampak pada efisiensi, biayanya murah dan dampaknya sangat besar.
“Beli enterprise software per core itu mahal, puluhan ribu dolar, makanya kita klaim bisa hemat 3.000 core. Uang tambahannya, hemat Rp 1 triliun lebih, kita amankan karena ingin jadi contoh revitalisasi core. Hal yang paling penting dalam hal ini adalah biaya pengambilan keputusan, yaitu sekitar sepersepuluh dari biaya operasional, “yang sangat jauh karena lisensi perangkat lunak mahal di dunia usaha industri,” katanya.
Julyanto Sutandang mengatakan potensi bisnis di Indonesia sangat besar, karena belanja modal atau biaya operasionalnya sangat besar, sehingga APBN kita hanya pemerintah, bukan swasta yang sangat besar, barang-barang open source free.
Kedepannya, pihaknya berencana membangun data center di kawasan Kuningan Barat, Jakarta Pusat pada tahun 2025.
“Iya jadi dalam bisnis kita selalu melihatnya sebagai perjuangan sekaligus melihat peluang, makanya kita ingin meraihnya. Banyak yang pakai cloud luar negeri, padahal di Indonesia yang notabene berdaulat. Ada kendalanya. dari bisnis yang mahal, jadi kami ingin memberikan alternatif penyedia cloud di Indonesia, katanya.
Julianto Sutandang mengatakan data center yang berhasil dibangun Equinix telah mencapai 268 data center di seluruh dunia.
Namun perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki data center untuk memudahkan akses bisnisnya.
Jadi pelanggannya perusahaan asing di luar negeri, kalau mau berbisnis di Indonesia bisa masuk ke Indonesia. Sebaliknya, semangat kami adalah kualitas tinggi, distribusi tinggi, jadi kami menyasar perusahaan, katanya.
Ia berharap dengan dibangunnya data center di Indonesia oleh Equinix, dapat memudahkan usaha para pengusaha di berbagai sektor.
Penyedia solusi TI PT Equinix Business Solutions mengadakan malam penghargaan untuk merayakan kontribusi pemangku kepentingan dalam mendukung adopsi teknologi open source di Indonesia.
“Tema acara ini menekankan pentingnya penelitian open source dan independen sebagai solusi untuk mengurangi ketergantungan terhadap vendor asing, dan penghargaan diberikan kepada individu dan lembaga yang berperan penting dalam membangun ekosistem teknologi mandiri sebagai bentuk apresiasi mereka. komitmen dan inovasi,” ujarnya.