geosurvey.co.id – Pelaku industri pariwisata yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai pemerintahan baru Prabowo perlu segera mengatasi kekhawatiran mereka terhadap berbagai tantangan di sektor pariwisata.
Sekjen PHRI Maulana Yusran mengatakan Menteri Pariwisata Vidyanti Putri perlu menyelesaikan banyak permasalahan di sektor pariwisata seperti regulasi.
Peraturan harus menjadi fokus program 100 hari pemerintah yang baru dan kementerian pariwisata harus melakukan lebih dari sekedar promosi. “Untuk menarik wisatawan dan mengembangkan destinasi, industrinya harus sehat dulu,” kata Maulana Yousran dikutip Rabu, 23 Oktober 2024.
PHRI menyoroti keberadaan online travel agent (OTA) asing yang belum (memiliki) bentuk usaha tetap di Indonesia, sehingga tidak membayar pajak dan merugikan industri lokal.
“Untuk OTA asing ini tidak ada NPWP, sehingga industri lokal harus menanggung pajak 20 persen. Ini beban yang besar,” kata Usran.
Seperti diketahui, OTA asing tersebut tidak membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen yang diwajibkan penyedia jasa di Indonesia.
Dalam aturan akomodasi perjalanan, komisi yang diterima OTA asing, misalnya 18 persen, seharusnya dikenakan PPN.
Begitu pula dengan pajak komisi 1,1 persen. Menurut Yusran, hal ini dikarenakan OTA asing tidak memiliki BUT sehingga mengakibatkan mereka tidak membayar pajak dan meneruskannya ke hotel.
Selain itu, OTA asing kerap melanggar perjanjian dengan hotel dimana setelah kontrak antara hotel dan OTA berakhir, kamar hotel dijual melalui platform tanpa persetujuan manajemen hotel.
Menurut Yusran, hal tersebut sangat merugikan pihak hotel dari segi operasional dan reputasi.
Belum lagi OTA luar negeri yang menggunakan strategi ‘bakar uang’ dengan menawarkan diskon besar-besaran untuk menarik pelanggan.
Meskipun hal ini tampaknya menguntungkan wisatawan, skema ini sebenarnya merugikan pendapatan hotel lokal dan penyedia layanan pariwisata.
Perusahaan aplikasi asing ini memaksa harga aplikasi mereka menjadi sangat rendah, sehingga memaksa hotel untuk melakukan hal yang sama.
Menurutnya, dalam jangka panjang strategi tersebut akan berdampak pada keberlangsungan usaha lokal di sektor pariwisata.
“Selain itu, mereka juga menerapkan tarif flat untuk menghindari penjualan hotel di bawah tarif tetap. Kami tidak punya pilihan, karena mereka menguasai pasar digital,” ujarnya.
Di sisi lain, mahalnya harga tiket pesawat juga menjadi kendala kedatangan wisatawan domestik.
Menurut Maulana, pemerintah perlu segera mengkaji ulang harga tiket pesawat untuk meningkatkan arus wisatawan domestik.
“Harga tiket pesawat sangat meresahkan. Pemerintah harus menilai masalah ini karena mobilitas wisatawan sangat penting untuk keberhasilan inisiatif pariwisata dalam negeri,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Budijanto Ordianza juga menekankan pentingnya pemerintahan baru dalam mencapai target 17 juta kunjungan wisman pada tahun 2024.
Mengingat hanya 19 negara dari 145 negara yang tercakup dalam kebijakan ini, maka Kebijakan Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) perlu diperbaiki.
Pariwisata perlu dipromosikan untuk menciptakan lingkungan usaha yang mendukung perekonomian nasional.
Oleh karena itu, kami menyambut baik rencana pemerintah untuk memisahkan Kementerian Pariwisata dari Kementerian Ekonomi Kreatif, yang akan mempercepat kinerja sektor pariwisata ke depan, tutupnya.
Aspek regulasi dan keselamatan industri pariwisata akan menjadi fokus utama seiring dengan promosi pariwisata agar sektor tersebut dapat tumbuh lebih sehat dan kompetitif di pasar global.