Tribannews.com, Jakarta – Praktik Penyedia Layanan Internet (ISP) ilegal yang menyediakan jaringan Internet independen bagi rumah-rumah kembali marak dalam beberapa tahun terakhir.
Praktik ilegal ISP berupa jaringan RT/RW ilegal dinilai merugikan para pelaku industri telekomunikasi berlisensi yang menyediakan layanan ke rumah atau fiber to the home (FTTH).
Praktik RT/RW ilegal kalah bersaing dengan bisnisnya karena menawarkan syarat berlangganan yang rendah, hanya Ro100 ribu per bulan, kurang dari itu. Praktik RT/RW ilegal merusak internet karena rendahnya kualitas layanan internet.
Praktik Net RT/RW Ilegal Ini “Darurat RT/RW Net Ilegal Siapa yang Bertanggung Jawab?” menjadi topik diskusi menarik dalam acara diskusi media bertajuk Diselenggarakan oleh Seluler di Batavia pada tanggal 8 Oktober 2024.
Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi mengatakan praktik RT/RW ilegal yang dilakukan jaringan tersebut hanya membuang-buang uang.
Sebab konsumen belum sepenuhnya terlindungi. Heru Suthadi mengatakan, jika terjadi hujan mendadak maka kecepatan data internet akan langsung terpengaruh karena berbasis frekuensi radio.
Heru Suthadi mengatakan, kini izin menjadi operator ISP legal atau reseller legal lebih mudah “karena sudah ada OSS (pengajuan online). Jadi jaringan RT/RW harus didorong untuk mengizinkan.”
“Masyarakat diimbau memilih penyedia layanan Internet ilegal, meski uang yang ditawarkan murah. Mereka menghindari ketidakadilan, tidak membayar pajak, yang tidak melindungi konsumen. Kami mendorong pemerintah dan asosiasi untuk segera mengundang mereka. Prosesnya memungkinkan” dia menjelaskan.
Ia mencontohkan Pasal 11 ayat 1 UU Telekomunikasi yang menyebutkan perusahaan penyedia jasa telekomunikasi harus memiliki izin dan ada sanksi pidana bagi penyelenggara ilegal. “Kami mendukung Rt RW Net, tapi ini akan membuat komunitas pelanggan lebih aman,” tegasnya.
Saat ini, beberapa pelaku industri FTTH menemukan tren perilaku lalu lintas Internet yang tidak normal di banyak daerah, yang mereka duga merupakan akibat dari aktivitas jaringan RT/RW ilegal.
Banyak masyarakat yang memilih menggunakan jaringan RT/RW karena harganya yang relatif terjangkau. Hanya dengan merogoh kocek Rp100 ribu saja mereka sudah bisa menikmati fasilitas internet untuk seluruh keluarga.
ISP ilegal diatur tetapi mereka selalu muncul
ISP RW/RW Net ilegal ini dikembangkan sejak 2008, kata Danny Suvardani, Direktur Pengendalian Pos dan Teknologi Informasi Kominfo, bermula dari layanan Internet pengguna di kawasan kos mahasiswa.
Namun pada tahun 2010, mulai berdagang di wilayah kecamatan, kemudian menyebar ke seluruh kecamatan.
“Caranya sama, mereka membeli bandnya lalu menjualnya kembali ke pihak lain, ada yang menggunakan frekuensi radio, bahkan ada yang menggunakan fiber,” kata Danny.
Ia mengatakan, pemekaran dan pemberdayaan dilakukan Kominfo bekerjasama dengan Polri, namun layanan ilegal tersebut terus bermunculan.
Nomor dari Menteri Komunikasi dan Informatika. 13 Tahun 2019 menjadi peluang bagi reseller ISP untuk mengatasi pelanggaran penjualan kembali yang sudah berlangsung lama ini.
“Sebelum tahun 2018, ISP ilegal ini masih berada di perkotaan, namun ketika diperlukan, mereka tidak berani lagi beroperasi di perkotaan, mereka berpindah ke sub-daerah dan pedesaan,” ujarnya.
“Jika ada pelanggaran untuk menjual kembali band publik tersebut, kami akan meminta ISP memutuskan untuk menghentikan langganannya,” ujarnya.
“Ada 111 pelaku usaha yang mengakhiri akses ilegal. RT RW Net muncul karena kebutuhan akses masyarakat terhadap jaringan Internet, mereka menawarkan harga lebih murah karena masalah tarif,” ujarnya.
Perhatikan kalimatnya
Pengamat telekomunikasi sekaligus dosen ITB, Ridwan Effendi, mantan Komisioner BRTI, mengatakan RT/RW bisa berlangganan layanan internet murah dari Net.
Penting bahwa penyedia layanan memiliki lisensi. Karena telco pemerintah di Indonesia mewajibkan penyedia layanan internet untuk mendapatkan izin dari Kominfo, kata Ridwan Effendi.
Ridwan menekankan perlunya pemerintah mengkaji ulang peraturan telekomunikasi karena masyarakat kini ingin mendapatkan layanan telekomunikasi yang lancar.
Misalnya saat orang naik pesawat, saat meninggalkan bandara, saat berada di dalam pesawat, dan saat tiba.
Akan sulit mendapatkan layanan telekomunikasi yang seamless. Apalagi regulator industri telekomunikasi harusnya berada di luar pemerintah,” saran Ridwan.
Mengutip data APJII, penetrasi internet di Indonesia sebesar 79,5 persen dengan 221,563 juta orang terkoneksi internet dari total 278,696 juta orang di Indonesia.
Dibuka, jumlah akses Internet terbesar pada tahun 2024, seluler, WiFi rumah sebesar 74,3 persen lebih banyak dari 22,4 persen.
“Kalau kecepatan dan datanya stabil, internet rumah bisa diandalkan, nyatanya pertumbuhan penggunaan internet rumah lambat sekali. Mungkin ada yang menggunakan layanan jaringan RT/RW, tapi datanya belum masuk ke APJII”. Ridwan Effendi menjelaskan.
ISP ilegal banyak digandrungi masyarakat karena tarifnya yang murah
Sekjen APJII Zulfadli Shyam mengatakan, ISP gaya robinhood ilegal seperti RT/RW Net tidak diperbolehkan tetapi digandrungi masyarakat. “Pernah kami temukan ada agen ISP ilegal yang menguasai kapasitas 23 gigabyte di Medan,” ujarnya.
Mereka sepakat bahwa saat ini terlalu mudah untuk menjadi reseller ISP, sehingga penegakan hukum terhadap ISP ilegal harus ditegakkan. Untuk menjadi reseller, Anda harus memiliki status sebagai penyedia ISP lokal yang sah.
Dia memperkirakan saat ini ada 50 ribu penyedia RT/RW net, namun 25 ribu merupakan reseller dengan OSS dan 5.000 perusahaan ISP legal.
“ISP ilegal seringkali menjual paket bandwidth dengan harga lebih rendah dibandingkan harga rata-rata ISP legal, sekitar Rp 100 ribu,” kata Zulfadli Syam.