Dilansir reporter Tribune.com, Aisyah Nursiamsi
geosurvey.co.id, JAKARTA – Orang tua seringkali mengutamakan kecukupan makanan sekolah dan pendidikan bagi anaknya.
Sayangnya, tidak semua orang tua mengutamakan pendidikan seks.
Padahal, mengajarkan batasan pribadi juga penting dalam pendidikan anak.
Oleh karena itu, orang tua harus mengetahui apa saja manfaat dan bagaimana memberikan pendidikan seks yang tepat pada anak.
Terkait hal tersebut, psikolog dan seksolog klinis Zoya Amirin M.PC dari FIAS. Ia pun memberikan pernyataan.
Ia menegaskan, pendidikan seks bukanlah tentang mengajarkan cara berhubungan seks.
“Pendidikan seks bukanlah pendidikan seks. Pendidikan seks mengajarkan, pertama-tama, hal yang paling sederhana, yaitu menghormati batasan,” ujarnya kepada Kemencast #98 yang ditayangkan di kanal YouTube Kementerian Kesehatan, Selasa (8/10). . 2024)
Zoya juga menjelaskan cara mengajarkan anak untuk menghargai batasan fisik.
Zoya mengatakan menghormati batasan bisa dipelajari sejak kecil. Mulailah dengan membiasakan meminta izin saat menyentuh bayi.
Misalnya, mulailah dengan meminta izin kepada ayah, ibu, babysitter, kakek, atau kakek untuk mengganti popok bayi.
“Saat kita mengganti popok dan menyentuh bayi, kita belajar menghargai bayi. Mintalah izin untuk setiap sentuhan yang Anda lakukan pada bayi,” jelasnya.
Termasuk saat orang tua ingin memeluk anaknya. Jika hal ini dilakukan, anak akan mengembangkan pengendalian diri yang sehat.
Dengan memahami batasan sehat tersebut, anak dapat segera mencari pertolongan jika terjadi pelecehan atau kejahatan seksual.
“Dia butuh pertolongan cepat, anak relatif mampu mengurus dirinya sendiri. Dia teriak-teriak, telepon orang tuanya. Dia tengok ke sekolah, ke guru, atau ada yang mau lapor, misalnya,” imbuhnya.
Kedua, jangan menyebut penis Anda dengan sebutan lain.
Ada orang tua yang belum mengenalkan alat kelamin pada anaknya dengan baik.
“Lebih sopannya, itu jenis kelamin atau alat kelamin. Alat kelamin laki-laki atau alat kelamin perempuan. Jangan diberi nama (lainnya),” tegasnya.
Memberi nama lain pada alat kelamin dapat menimbulkan kebingungan pada anak.
Misalnya penis selalu disebut ‘burung’.
Anak-anak yang berpikir realistis saat itu, bingung bagaimana membedakan burung dan hewannya.
Pada titik tertentu, kebiasaan ini menyulitkan orang tua dan orang tua. Zoya pun mencontohkan.
Pada suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang diajari oleh orang tuanya untuk memanggil penisnya dengan sebutan ‘lebah’.
“Lalu terjadilah pelecehan seksual. Pemburu menggoyang-goyangkan penisnya. Anak itu menangis dan menceritakan kepada petugas kebersihan sekolah. Ini anak TK. Lalu dia mengatakan sesuatu seperti, ‘Lebah saya sakit. Dengan lebah,'” katanya.
Setelah beberapa hari, tidak ada yang menyadarinya.
Padahal, kata Zoya, jika orang tua tidak memberikan julukan lain untuk penis tersebut, masalah tersebut bisa saja segera diselesaikan.
Anak-anak mempunyai akses langsung terhadap perawatan medis dan psikologis yang sesuai.
Ketiga, orang tua harus mengajari anak-anaknya bagian tubuh mana yang tidak boleh mereka sentuh atau bagian mana yang bersifat pribadi.
Ajari mereka bahwa alat kelamin adalah bagian tubuh yang tidak boleh disentuh siapa pun. Bagaimana dengan orang asing?
Terakhir, jangan lupa mengunci kamar saat orang tua berhubungan intim.
Meski Anda tidak punya ruang, usahakan anak Anda tidak melihat aktivitas seksual ayah dan ibunya.
“Itu karena anak-anak melihatnya sebagai sebuah bentuk pelecehan. Mereka tidak memahaminya (dan) akan sangat traumatis bagi anak-anak melihat orangtua mereka berhubungan seks.”