Dilansir reporter Tribunnevs.com, Eko Sutriianto
TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komite VII DPR Rahaju Saraswati Djojohadikusumo menekankan pentingnya melestarikan kearifan lokal dalam produksi karya sinema.
Hal tersebut disampaikan Rahaja Saraswati dalam acara Primary Focus Group Discussion (FGD) Direktorat Riset, Teknologi, dan Pelayanan Sosial (DRTPM) Kemdikbudristek-UBM bertajuk “Proses Produksi, Distribusi dan Konsumsi Film Indonesia Pasca Disrupsi Digitalisasi Film dan Layanan VOD di Hotel Ariaduta Suites, Semanggi, Jakarta, Senin (11/11/2024).
Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Daniel Susilo memetakan pola produksi, distribusi, dan konsumsi film Indonesia melalui survei yang melibatkan 1.000 responden dari empat kota besar yakni Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bali.
Merujuk pada hasil penelitian tersebut, Rahaju Saraswati mengemukakan bahwa sinema Indonesia memiliki keunikan dalam kearifan lokal yang disampaikan dalam setiap karyanya.
“Kearifan lokal menjadi semangat yang membedakan film Indonesia dengan film luar negeri. Kita kaya akan nilai-nilai budaya khas daerah masing-masing, ini harus menjadi bagian terpenting dalam setiap film yang kita produksi,” kata Rahaju Saraswati.
Riset ini menunjukkan adanya perubahan pola konsumsi bioskop masyarakat Indonesia yang kini semakin bergantung pada layanan video-on-demand (VOD). Hal ini berdampak pada strategi distribusi film nasional yang harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital.
“Setelah jeda digital, film tidak hanya dirilis di bioskop tetapi juga di platform digital. Ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi industri kita untuk menjangkau lebih banyak penonton,” kata Rahaju.
Selain dari aspek distribusi, penelitian ini juga menunjukkan bahwa film Indonesia berperan penting sebagai produk ekonomi kreatif yang dapat berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional.
“Film tidak hanya sekedar hiburan tetapi juga bagian penting dari ekonomi kreatif. Dengan menampilkan nilai-nilai budaya, film dapat menjadi alat pelestarian budaya sekaligus sumber pendapatan negara,” jelas Rahaju.
Selain itu, Rahaju menegaskan VOD membuka peluang bagi sineas muda untuk menampilkan karyanya ke publik tanpa harus memasuki jaringan bioskop terbatas.
“Layanan digital seperti VOD memudahkan para pembuat film lokal, terutama generasi muda, untuk berkarya dan menampilkan kreativitasnya.” “Ini menjadi dorongan bagi mereka untuk melakukan sesuatu yang baru,” ujarnya.
Namun, ia juga mengingatkan pentingnya kebijakan yang mendukung perkembangan lingkungan perfilman lokal.
Menurutnya, pemerintah harus berpartisipasi aktif dalam memberikan fasilitas dan regulasi yang melindungi hak cipta dan mendorong pertumbuhan film dalam negeri.
“Kita memerlukan kebijakan yang memihak pembuat film lokal.” Misalnya saja melindungi hak cipta dan mendorong produksi film yang menampilkan budaya Indonesia, ujarnya.
Kepala Penelitian Utama Berkelanjutan DRTPm Kemdikbudristek Daniel Susilo mengatakan, berdasarkan penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan pedoman strategis bagi perkembangan industri film Indonesia di era digital.
“Penelitian kami bertujuan untuk memberikan model yang dapat diadopsi oleh industri film nasional dalam menghadapi tantangan disrupsi digital,” ujarnya.
Penyesuaian terhadap teknologi dalam setiap aspek produksi dan distribusi film disebut-sebut akan menjadi kunci sukses di kompetisi internasional.
Dia juga menyoroti peran data dalam memahami preferensi masyarakat terhadap konten internal.
“Dari riset yang kami lakukan, terlihat jelas bahwa masyarakat Indonesia sangat tertarik dengan film-film yang menyampaikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Ini merupakan peluang yang patut dimanfaatkan oleh para pembuat film untuk menciptakan karya-karya non-hiburan, namun juga mencerminkan karya nasional. identitasnya,” katanya.