geosurvey.co.id – Usulan pengembalian Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) menuai sejumlah keraguan.
Usulan tersebut dilontarkan Ketua DPP PDIP Dedi Ybari Sitoros usai adanya dugaan kecurangan yang melibatkan pihak kepolisian dalam menggelar beberapa pilkada pada 2024.
Ide ini diperkirakan telah berakhir.
Pasalnya, pemerintah dan DPR menolak usulan tersebut.
Banyak pihak juga yang melihat hal ini sebagai bentuk penarikan diri dan merusak semangat perubahan.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menolak keras usulan tersebut.
Menurut dia, perpecahan antara TNI dan Fulari merupakan keinginan perubahan.
Ya, karena di bawah presiden selalu terpecah, itu keinginan untuk berubah. Itu saja, kata Tito di kubu Istana Presiden, Jakarta, Senin (12/2/2024).
DPR: 7 dari 8 partai melapor
Penolakan ini juga banyak diungkapkan kelompok DPR RI.
Ketua Komite III DPR RI Habiburokhman mengatakan, dari 8 kelompok, hanya PDI-P yang menginginkan pidato tersebut.
“Kawan-kawan sudah diperbaiki, kata mayoritas kelompok panitia ketiga, 7 dari 8 kelompok menyatakan tidak setuju dengan usulan tersebut,” kata Havivoruchman di Gedung DPR, Sanyan, Jakarta, Senin (2/12/ ) 2024).
Sementara itu, Wakil Ketua Komite III DPR dari NasDem Ahmed Sahroni menilai perdebatan usulan tersebut tidak ada gunanya.
Ia meyakini tuduhan bahwa Polri netral akan tetap berlaku di mana pun Polri berada di bawahnya.
“Polri adalah bagian dari aparatur pemerintah yang harus bertanggung jawab langsung kepada presiden, bukan di bawah kantor yang tidak bisa berkata apa-apa,” ujarnya, Senin.
PBNU: Maksudnya penarikan
Bantahan Wakil Sekjen PBNU Rahmat Hidiat Pulongan.
Menurut dia, ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan tugas Polri.
Rahmat menjelaskan, penempatan Polri dalam kerangka Perjanjian Baru tidak dimungkinkan karena perbedaan wilayah.
TNI di bidang pertahanan, dengan pendidikan keamanan universal. Sedangkan Polri menangani keamanan masyarakat dengan tujuan perlindungan, pelayanan, dan pembinaan kepada masyarakat.
“Kalau mau di bawah TNI harus ada perubahan doktrin TNI, karena ABRI menggunakan doktrin Sishankamrata. Namun itu berarti mundur dan berpotensi melanggar konstitusi,” ujarnya saat ditemui. pendidikan.
Situasi serupa juga terjadi saat Polri berada di Kementerian Dalam Negeri.
Ia menilai Polri, seperti penyelenggara negara di bidang keamanan, akan kesulitan beradaptasi dengan beberapa kondisi ASN.
“Karena adanya perbedaan situasi besar dan situasi khusus lainnya, seperti kekuatan menggunakan kekuatan (operasi) dan senjata. Bahkan Kementerian Dalam Negeri sekarang punya beban yang berat,” tegasnya.
Pelanggaran terhadap semangat perubahan
Ketua Pimpinan Pusat Organisasi Pemuda Alwashiyah (PP IPK), Aminullah Siagian mengatakan, usulan PDIP menghancurkan semangat perubahan.
“Jika Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Dedi Situros atau PDIP kecewa karena kalah dalam pilkada berbeda di daerah berbeda seperti Sumut atau Bol di Jawa Tengah, maka jangan membuat isu-isu yang tidak perlu. Polri adalah partai coklat. , kita juga punya keluarga “polisi yang setia pada pekerjaannya tersinggung kalau dibilang polri partai coklat”.
“Kalau PDIP punya buktinya, ajukan debat konstitusi ke Mahkamah Konstitusi, jangan sampai menimbulkan opini yang merusak semangat perubahan,” kata Ma’ruf dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (1/12/2024).
Menurut Amin, hal tersebut tidak main-main karena merupakan lembaga penting yang keberadaannya disebutkan dalam konstitusi.
Menurutnya, Polri mulai menunjukkan keinginan perubahan positif terhadap perubahan kelembagaan sesuai program yang tepat dari Direktur Polri Mayjen Listio Sigit.
“Hal ini harus didukung dan diperkuat oleh semua kalangan, termasuk PDIP, daripada malah mengungkit isu Partai Coklat dan Polri kembali ke TNI yang sudah menjadi bola liar dan menjadi senjata PDIP itu sendiri.” kata Amin.
Pengamat menggambarkan bahaya kegiatan yang tumpang tindih
Pembimbing kebijakan publik Universitas Trisketi, Dr. Trabus Rehdiansia mengatakan usulan tersebut kurang tepat karena akan terjadi penggabungan tugas dan tugas pokok (tupoksi).
“Dari sudut pandang kebijakan publik, menempatkan Polri di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri tidak tepat,” kata Trabus Rhardiancia, Senin (1/12/2024).
Menurut dia, selama Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri, fungsi pokoknya akan bertemu dengan Satpaul Partai.
Selain itu, Polri juga ikut serta dalam penegakan aturan lingkungan hidup bersama Satpaul Partai.
Sementara saat Polri berada di bawah TNI, kata Trobus, hal tersebut juga tidak efektif karena kedua lembaga tersebut memiliki fungsi dan tugas inti masing-masing. Spesialis Kebijakan Publik Universitas Trisakti Jakarta, Trobus Rahdiansa (Dok. FH Universitas Trisakti)
TNI berperan sebagai pengamanan, sedangkan Polari bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (harkatibmas).
“Presentasi TNI lebih proteksi dari segi keamanan nasional. Makanya kalau ditempatkan di situ jadi rapat, jadi tidak efektif,” ujarnya.
Trobus mengatakan, usulan menempatkan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri atau TNI akan menjadi kendala karena penggabungan TNI dan Fulari sudah dilakukan sebelum perubahan dan hasilnya kurang baik.
“Saya lihat perdebatan ini sudah lama, 2-3 tahun lalu, perdebatan ini terjadi lagi. Ujung-ujungnya kembali ke DPR sendiri,” ujarnya.
(geosurvey.co.id/Milani/Hasanudin Aco/Fahdi Fahlevi/M Zulfikar)