Tribun News.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberitakan kegiatan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (ONPAD) saat membahas ringkasan putusan hakim kasus korupsi Tanah Bambu. Maskulin N Maming.
Secara abstrak, FH Unpad meminta pembebasan terpidana Mardani H Maming.
Juru Bicara KPK Tessa Mardika mengingatkan kampus tidak menjadi benteng korupsi.
Dia meyakinkan, Wakil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengikuti prosedur hukum yang berlaku, tercermin dari keyakinan hakim dalam kasus Mardani Maming.
“Panitia Pemberantasan Korupsi menilai kerja deputi penegak hukum sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, dan hal ini tercermin dari keyakinan hakim terhadap putusannya,” kata Tessa, Sabtu (19/10/2024).
Namun Tessa belum mau berkomentar mengenai diskusi yang digelar di Fakultas Hukum Unpad.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun enggan berkomentar mengenai penyidikan akademisi terhadap kasus Mardani Maminga.
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak mengomentari penelitian yang dilakukan para ilmuwan tersebut, kata Tessa.
Kasus ini bermula ketika KPK menunjuk Mardani Kh. Maminga oleh mantan Bupati Tanah Bambu pada Februari 2024 untuk menerbitkan izin pertambangan (IUP) dalam kasus dugaan suap senilai 104,3 miliar rupiah. Kabupaten Tanah Bambu, Kalimantan Selatan.
Pada Kamis (28/7/2022) Mardani H. Maming, setelah dua kali tidak hadir dalam panggilan inspeksi dan menjadi buronan, akhirnya menyerah kepada PKC.
Dalam perkara pertama di Pengadilan Tipikor, Mardani Banjarmasin dinyatakan bersalah dan divonis 10 tahun penjara dan denda 500 juta.
Selain itu, terdakwa Mardani H. Maming juga diperintahkan membayar ganti rugi sebesar Rs 110.60.731.752 (Rs 110,6 miliar).
Tak puas dengan putusan tersebut, Mardani mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Hal yang sama juga terjadi pada jaksa CPC.
Namun PT Banjarmasin menolak banding Mardani H. dalam keputusannya. Maminga dan menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rs 50 crore.
Mardani melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung. Namun Mahkamah Agung menolak bandingnya.
Masih belum puas dengan putusan kasus tersebut, Mardani dan pengacaranya rupanya mengajukan peninjauan kembali (PC) atas putusan kasasi tersebut ke Mahkamah Agung pada 6 Juni 2024.