Laporan reporter geosurvey.co.id Ayisya Nursyamsi
geosurvey.co.id, JAKARTA – Penyakit mulut tangan (HFMD) atau flu Singapura sering terjadi pada anak-anak, sehingga orang tua harus berhati-hati.
Meski bukan tanpa sebab dan bisa sembuh dengan sendirinya, flu Singapura bisa menimbulkan komplikasi.
Misalnya saja ensefalitis (pembengkakan jantung) dan meningitis.
Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai orang tua penderita HFMD, salah satunya adalah lesi.
HFMD sendiri sering disamakan dengan cacar air.
Orang tua harus mengetahui beberapa perbedaan penting antara keduanya.
Ketua Divisi Koordinasi Infeksi Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. Dr. Edi Hartoyo, SpA(K) memiliki beberapa perbedaan yang dapat dikenali.
Pertama, lesi varicella cenderung lebih parah dibandingkan lesi HFMD.
“Kalau cacar air, vesikelnya terbuka ya, kalau HFMD tidak,” ujarnya dalam jumpa pers virtual, Kamis (31/10/2024).
Jadi kalau cacar air dimulai dari dalam. Misalnya dari badan hingga ekstremitas.
“Lesi cacar air berubah dari eritema merah menjadi vesikel (benjolan) dalam waktu 8 sampai 12 jam, jadi lebih cepat, HFMD lebih lama, penyembuhan lebih lama,” ujarnya.
Ketiga, perbedaan keduanya terlihat pada lokasi lesi.
Pada cacar air, lesi jarang terjadi pada wajah dan mulut. Meski memang ada, namun jarang terjadi.
Cacar air jarang menyebabkan lesi kulit pada tangan dan kaki.
Berbeda dengan HFMD, lesi cacar air jarang menyerang mukosa mulut. Yakni di bagian lipatan kulit pipi atau mulut, pipi dan bibir.
Selain itu, jenis lesi pada ayam dan HFMD juga berbeda.
Lesi cacar air akan tampak lebih besar karena berisi air.
Sedangkan lesi HFMD menyebabkan kemerahan pada kulit di sekitarnya.
“Hanya cacar air dan HFMD yang jenis lesinya berbeda. Kalau cacar air vesikuler, lesinya tampak keras dan mengkilat, kalau HFMD tidak. Lesi HFMD kulit di sekelilingnya berwarna merah, tapi tidak untuk cacar air,” tutupnya.