Laporan reporter geosurvey.co.id Fahmi Ramadhan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Helena Lim, salah satu terdakwa kasus korupsi perdagangan komoditas timah, mengaku bangga disebut kaya oleh komunitas Pantai Indah Kapuk (PIK) di media sosial.
Helena meyakini gelar tersebut merupakan hasil kerja kerasnya sebagai pengusaha penukaran mata uang di PT Quantum Skyline Exchange.
Hal itu diungkapkan Helena saat membacakan pernyataan pembelaan atau keberatan atas tuntutan hukuman penjara 8 (delapan) tahun yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus korupsi terkait perdagangan produk timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/1). 12/). 2024).
Helena pertama kali bercerita tentang kesuksesannya sebagai seorang wirausaha yang mendapat banyak perhatian dari masyarakat umum, terutama dari orang-orang yang bernasib sama dengannya, menjadi orang tua tunggal dari anak-anaknya.
Dari fokus inilah lahirlah istilah Crazy Rich PIK yang diarahkan dari ranah media sosial.
Helena menuturkan, meski tak memberikan julukan itu, namun ia mengaku bangga dengan hal tersebut.
Namun saya akui saya bangga saat itu, karena hasil jerih payah saya sejak kecil mendapat pengakuan dan rasa hormat dari warganet, kata Helena di kursi pembela.
Selain itu, Helena juga menyebut dirinya pantas mendapat julukan Crazy Rich PIK, apalagi ia harus berjuang sendiri untuk menghidupi anak dan keluarganya.
Helena Lim pun mengaku bangga karena apa yang dilakukannya selama ini bisa menjadi teladan, yakni meski berjenis kelamin perempuan namun bisa mendapat dukungan dari keluarga.
“Tanpa dukungan suami dan orang tua, mereka mampu menghidupi dan menafkahi anak-anaknya, orang tua bisa menjadi perempuan yang mandiri dan berdaya, tidak hanya dihadapan keluarga, tetapi juga dihadapan masyarakat,” ujarnya. 8 tahun penjara
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya memvonis terdakwa Helena Lim 8 tahun penjara dalam kasus korupsi sistem tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp 300 miliar.
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyakini Helena terbukti secara sah dan mutlak terlibat kasus korupsi.
“Menghukum terdakwa Helena selama 8 tahun penjara,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/5/2024).
Selain didakwa melakukan tindak pidana kejahatan fisik, Helena juga divonis denda Rp 1 miliar dan satu tahun penjara.
Tak hanya itu, ia juga dikenakan denda tambahan atas pembayaran uang pengganti senilai Rp210 miliar, kurang dari sebulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam jangka waktu tersebut, maka Jaksa akan menyita harta kekayaannya dan melelangnya untuk menutupi uang pengganti tersebut. .4 tahun penjara,” kata jaksa.
Dalam kasus ini, Helena didakwa membantu suami artis Sandra Dewi, Harvey Moies, mengumpulkan dana keamanan dari penambang swasta.
Dari temuan jaksa, perusahaan tambang swasta mengirimkan uang jaminan pertambangan ilegal kepada Harvey Moeis melalui Helena Lim. Perusahaan peleburan yang terlibat adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa.
Menurut jaksa, uang jaminan itu dibuat seolah-olah merupakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dikumpulkan di rekening money changer Helena, yakni rekening PT Quantum Skyline Exchange.
“Untuk menjalankan sebagian operasi keuangan pengumpulan surat berharga yang seolah-olah merupakan CSR, terdakwa Helena menggunakan beberapa rekening dan penukaran uang yang tersembunyi dan tersembunyi,” kata jaksa dalam dakwaannya.
Uang jaminan yang dikumpulkan Helena Lim senilai USD 30 ribu dikirimkan ke Harvey Moeis dengan menyamarkan tujuan transaksi sebagai modal usaha dan pembayaran utang.
Faktanya, tidak ada hubungan antara Helena dengan PT Quantum Skyline Exchange dan Harvey Moeis, kata jaksa.
Menurut jaksa, transaksi Helena Lim dengan Harvey Moeis dilakukan tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku.
Antara lain tidak dilengkapi tanda pengenal penduduk. Meski transaksi yang dilakukan lebih dari 20.000 USD, namun “kondisinya tidak diperbolehkan sesuai ketentuan yang berlaku, antara lain tidak adanya tanda pengenal penduduk dan kurangnya informasi transaksi lebih dari 20 ribu dolar AS,” kata jaksa Harvey Moeis-en, kolase foto Helena Lim, pengusaha timah Bangka, Tamron alias Aon (TN), mantan Chairman (CEO) PT Timah, M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) Dugaan Korupsi di Sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah (kolase khusus/Tribunnews)
Selain itu, transaksi ini juga tidak dilaporkan kepada Bank Indonesia, PPATK, dan tidak dicatat dalam laporan keuangan PT Quantum Skyline Exchange.
Dengan aksinya tersebut, Helena diyakini telah memusnahkan barang bukti transaksi keuangan yang berasal dari hasil korupsi.
“Terdakwa Helena sengaja menghilangkan atau memusnahkan barang bukti transaksi keuangan yang dilakukan Harvey Moeis dengan Suparta PT Sgagtha Bangka Tin, Tamron alias Aon CV Venus Inti Perkasa, Robert Indarto PT Sariwiguna Bina Sentosa, Suwito Gunawan PT Stanindo Inti Perkasa, Fandy Lingga dan PT Tinindo Internusa,” ujarnya.
Selain itu, Helena juga didakwa mendapat penghasilan Rp 900 juta karena membantu Harvey Moeis menggalang dana keamanan berkedok CSR.
Keuntungan yang didapat dari kasus pencemaran timah diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. Mulai dari membeli rumah, mobil, 29 tas mewah.