Pernyataan reporter geosurvey.co.id Ilham Rian Pratama
geosurvey.co.id, JAKARTA – Pakar antikorupsi Universitas Islam Indonesia (UII) mendukung mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming yang menjadi terpidana kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 104,3 miliar untuk menggunakan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). , segera dirilis.
Desakan tersebut muncul setelah dilakukan peninjauan kembali terhadap putusan hakim dan ditemukannya kekeliruan dan kesalahan hakim yang mengadili perkara tersebut.
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UII, Mahrus Ali, mengatakan Maming tidak melanggar seluruh tuduhan yang dituduhkan kepadanya, sehingga sebaiknya ia dibebaskan demi hukum dan keadilan.
“Menurut kajian kami, Mardani Maming tidak melanggar Pasal 93 UU Minerba karena hukum pasal tersebut berlaku bagi pemegang IUP, bukan pemerintah yang mengeluarkan perintah tersebut,” ujarnya dalam keterangannya, Selasa (22). /10). /2024).
Dua pekan lalu, Sabtu (5/10/2024), sejumlah akademisi antikorupsi Fakultas Hukum UII menggelar acara bedah buku yang digelar untuk mengungkap kekeliruan dan kesalahan hakim serta penanganan perkara Mardani H Maming.
Ada 10 reviewer yang memberikan penilaian. Ini adalah profesor Dr. Ridwan Khairandy, Dr. Mudzakkir, Prof. Hanafi Amrani, Prof. Dr. Ridwan, Dr. Eva Achjani Zulfa, Dr. Muhammad Arif Setiawan, Dr. Nurjihad, Dr. Mahrus Ali, Dr. Karina Dwi Nugrahati Putri dan Dr. Ratna Hartanto.
Kesepuluh peneliti ini berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Semuanya ahli hukum, namun ahli di bidang hukum pidana, hukum perdata, hukum pidana, hukum tata usaha negara, dan hukum perbuatan melawan hukum.
Setelah dilakukan pemeriksaan, semua orang sepakat, tanpa ada pertentangan pendapat atau perbedaan pendapat, bahwa Mardani Maming harus segera dibebaskan dan reputasinya dipulihkan.
Membuka perdebatan mengenai tes tersebut, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Agama & Alumni UII, Rohidin, mengatakan tes Mardani Maming menarik karena sebenarnya kesalahan tidak boleh menimpa juri yang harusnya bijaksana.
Hakim layaknya hakim, kata dia, harus mempunyai kemampuan mengambil keputusan secara akurat dan cepat dalam situasi sulit.
Keputusannya juga harus berdasarkan hal-hal yang baik, bukan angka-angka, juga orang-orang dan manfaatnya. Semua itu untuk kebaikan atau seluruhnya, ujarnya.
Salah satu peneliti yang menjabat Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH UII, Profesor Dr. Ridwan mengatakan, menurut jaksa penuntut umum (JPU) dan hakim dalam tahap banding dan banding, pelanggaran yang dilakukan terdakwa dalam menandatangani dan mengeluarkan surat perintah Raja Muda Tanah Bumbu Nomor. 296 Tahun 2011, bertentangan dengan Pasal 93 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
“Apa yang dilakukan terdakwa selaku Bupati Tanah Bumbu dalam pengalihan Izin Usaha Produksi Batubara (IUP-OP) dari PT BKPL ke PT PCN melanggar Pasal 93 ayat (1) tentang mineral dan batubara? Kedua, Penyerahan IUP-OP harus sebelum penerapan menambahkan persyaratan organisasi, teknis, lingkungan dan keuangan?
“Jawaban atas kedua pertanyaan hukum tersebut berkaitan dengan pemahaman menyeluruh tentang keabsahan izin, izin usaha pertambangan dan izin usaha khusus, penyerahan IUP-OP, dan syarat-syarat penyerahan IUP OP,” kata Prof. Ridwan.
Dalam penukaran IUP, seluruh dokumen dan persyaratan dipenuhi agar tidak melanggar hukum. Semuanya tergantung aturan dan ketentuan yang berlaku.
Peneliti lain yang juga merupakan editor buku tersebut, Dr. Mahrus Ali mengatakan, ada permasalahan hukum yang sedang didalami, khususnya terkait suap penerbitan UU Raja Muda No. 4 tahun 2009.
“Pemegang IUP diberitahu Pasal 93 dan bukan di tingkat Raja Muda. Sepanjang syarat pasal 93 ayat 2 dan 3 UU tersebut terpenuhi. 4/2009, maka pengalihan atau pengoperasian IUP tersebut boleh atau tidak dilarang,” kata Dr Mahrus.
Mahrus menilai tindakan Mardani Maming menerbitkan Surat Keputusan Bupati Nomor. 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pengusahaan Hak Pengusahaan Pertambangan (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN, tidak dilanggar.
Mengingat semua fakta yang ada dalam kasus ini, Mardani Maming harus dibebaskan, reputasinya dipulihkan dan direformasi.
Kasus tersebut bermula ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Februari 2024 menetapkan mantan Gubernur Tanah Bumbu Mardani H Maming sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi sebesar Rp104,3 miliar untuk penyediaan IUP di Kabupaten Tanah Bumbu. Kalimantan Selatan.
Setelah gagal dua kali panggilan penggeledahan KPK dan masuk Daftar Orang Paling dicari (DPO), Mardani H Maming akhirnya menyerahkan diri ke KPK pada Kamis (28/7/2022).
Pada sidang pertama di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardani divonis bersalah dan divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Tak hanya itu, terdakwa Mardani H Maming juga akan membayar ganti rugi sebesar Rp110.601.731.752. Mantan Raja Muda Tanah Bumbu Mardani H Maming mengenakan seragam Lapas usai pemeriksaan di Rumah KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Mardani Maming terkait dugaan suap dan berpuas diri dalam pemberian izin usaha pertambangan saat menjabat sebagai Raja Muda Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, periode 2010-2015 dan 1016-2018. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Tak puas dengan putusan tersebut, Mardani mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin (PT). Hal yang sama juga berlaku bagi pengacara KPC.
Namun PT Banjarmasin dalam putusannya menolak permintaan Mardani H Maming dan menjatuhkan hukuman penjara 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Mardanis melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun Mahkamah Agung menolak bandingnya.
Terlepas dari putusan kasus tersebut, Mardani dan pengacaranya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan pembatalan tersebut ke Mahkamah Agung pada 6 Juni 2024. Reaksi KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi angkat bicara soal kiprah Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) dalam debat putusan sidang perdana korupsi Tanah Bumbu Mardani H Maming.
Berbicara, FH Unpad menyerukan pembebasan Mardani Maming yang terpidana.
Juru Bicara Komite Pemberantasan Korupsi Tessa Mahardhika Sugiarto mengingatkan perguruan tinggi tidak menjadi benteng bagi oknum koruptor.
Dia meyakinkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan proses hukum penting yang menunjukkan kepercayaan hakim terhadap kasus Mardani Maming.
Tessa mengatakan, Sabtu (19/10/2024) “KPK menilai peran aparat penegak hukum sudah berjalan sesuai hukum dan hal ini tercermin dari kepercayaan hakim terhadap putusannya.”
Namun Tessa enggan menanggapi kembali perdebatan Fakultas Hukum Unpad.
Komisi Pemberantasan Korupsi juga enggan mengomentari kajian akademis kasus Mardani Maming.
“Otoritas antikorupsi tidak membicarakan penelitian yang dilakukan para akademisi ini,” kata Tessa.