Dilansir reporter TribuneNews.com, Fahmi Ramadhan
Berita Tribun.
Cartono menjelaskan, hal itu diatur dalam Pasal 158 UU Minerba tentang sanksi penambangan tanpa izin.
Hal itu diungkapkan Cartono saat Kejaksaan Agung (JPU) menghadirkannya sebagai ahli dalam kasus korupsi PT Timah Bangka Belitung yang melibatkan CEO dan Manajer Pengembangan Bisnis PT Refined Banka Tin (RBT) Harvey Moise. Kamis (24/10/2024) PT RBT Reza Ardiansyah di Pengadilan Tipikor Jakarta
Pernyataan itu bermula saat Hakim Anggota Jaini Basir Cartono dimintai pendapatnya mengenai ada tidaknya penambang di wilayah IUP.
“Kadang-kadang terjadi, IUP-nya di bawah sedangkan rakyat di atas, itu hasil panen mereka, mereka tinggal di sana secara turun-temurun. Kalau mereka gali, berarti itu tanah mereka?” tanya hakim.
“Pasal 158 UU Minerba, Yang Mulia, menyatakan bahwa siapa pun yang melakukan penambangan tanpa izin, Yang Mulia, merupakan tindak pidana,” kata Cartono.
Menurut Cartono, sanksi bisa dikenakan karena penambang tanpa izin berpotensi merusak lingkungan.
Ia mengatakan, manusia tidak memiliki kemampuan atau teknologi untuk menambang mineral.
Selain itu, sektor pertambangan tidak hanya melihat perkembangan ekonomi masyarakat sekitar, namun juga mempertimbangkan dampak lingkungan dari lokasi tambang.
“Jadi hak lingkungan hidup harus dilindungi dan undang-undang mengatakan, tolong berikan hak ekonomi, tolong urus izinnya, agar lingkungan hidup dan masyarakat bisa mengambil manfaatnya,” kata Cartono.
Selain itu, UU Minerba mengatur kewajiban ganti rugi lingkungan hidup, kewajiban pengolahan mineral pascatambang, dan pembayaran pemerintah, kata Cartono.
Oleh karena itu, mereka yang tidak memiliki catatan sebaiknya tidak menggali di tambang perusahaan, katanya.
“Karena itu anugerah dari Tuhan, dan pada akhirnya banyak terjadi bencana, dimana-mana di NKRI, lingkungannya rusak, karena rakyat saya tidak punya kemampuan, tidak punya teknologi, tidak punya kapasitas, Yang Mulia,” kata Cartono.
Ia mengatakan, penambangan tersebut tidak sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik dan merugikan lingkungan serta merugikan anak cucu bapak-bapak.
Informasinya, berdasarkan aduan jaksa, kerugian dana pemerintah akibat penanganan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Angka tersebut berdasarkan laporan pemeriksaan perhitungan kerugian dana masyarakat dalam kasus timah yang tercantum dalam nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang didakwakan jaksa antara lain kerugian kemitraan dalam sewa peralatan dan pembayaran ubin.
Tak hanya itu, jaksa mengungkap kerugian negara terhadap lingkungan hidup mencapai 271 triliun.
Hal ini menurut para ahli lingkungan.