Laporan koresponden geosurvey.co.id Rahmat W. Nugraha
geosurvey.co.id, JAKARTA – Mantan Kepala Layanan Pengadaan Basarnas (ULP) Kamil membenarkan uang tersebut dipesan oleh perusahaan pemenang tender pengadaan di Basarnas.
Camille mengatakan, dana pesanan dari perusahaan pemenang disalurkan ke beberapa karyawan di Bazarnas.
Hal itu diungkapkan Kamil di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 2014 saat sidang korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan kendaraan pertahanan di Basarnas. Kamis (1/2/2025)
Dia bersaksi atas nama terdakwa. Mantan Sekretaris Jenderal (Sestama) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Ruland Boeske.
Selain itu, terdakwa Direktur CV Delima Mandiri, William Vidarta dan terdakwa Anjar Sulistyono merupakan Kepala Subdit (Kasubdit) Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas, serta Pengambil Komitmen (PPK) Basarnas secara rutin pada tahun 2014.
“Saya akan kembali ke sumber uangnya. Terakhir tahu uangnya dari mana?” tanya Hakim Alfis di sela-sela persidangan.
Hakim juga mempertanyakan sumber dana pemenang proyek untuk pembelian barang dan jasa di Bazarnas.
“Yang Mulia telah memberikan izin untuk itu. Kami hanya membantu Pak Rudy Hendro Satmoko. Karena dia satu-satunya orang yang melakukan kontak dengan peserta,” jawab Camille.
Hakim menegaskan bahwa dia tidak menanyakan tentang suatu hubungan.
“Tetapi pengetahuan terakhir Anda adalah uang itu sudah masuk ke rekening. Benarkah sumbernya bukan dari penawar yang dinyatakan sebagai peserta lelang pembelian di Bazarnas,” tanya Hakim Alfis.
“Ya,” jawab Camille.
“Apakah semuanya ada banyak perusahaannya? Soal Candi Delima, William sendiri yang terlibat dalam penagihan di Basarnas. Tahukah Anda kalau pernah menyetor atau mentransfer uang?”
“Saya belum pernah menerima dana operasional dari CV Delima,” kata Kamil.
Hakim pun mempertanyakan sumber uang yang masuk ke rekening yang dikuasai Camille. Termasuk kisah tentang nama Elia.
“Tidak ada kecuali peminjam dan peminjam,” jawab Camille.
Sebagai informasi, mantan Sekretaris Jenderal Basarnas (Setama) Max Ruland Boeske diduga merugikan negara sebesar R20,4 miliar. Pada tahun 2014, kasus terkait pembelian truk pengangkut personel dan kendaraan penyelamat di Basarnas.
Kerugian tersebut disebabkan adanya dugaan korupsi pembelian truk pengangkut personel senilai Rp. 42.558.895.000 Rupiah dan kendaraan pertahanan senilai 43.549.312.500 Rupiah pada tahun 2014 di Bazarnas.
Sidang pendahuluan digelar pada Kamis, 14/11/2024 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPICOR) Jakarta.
Dalam pengaduannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Max Ruland disangka melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni CV Delima Mandiri dan penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima serta Anjar, Kepala Subbagian. (Kasubbag) Bagian Sarana dan Prasarana Basarnas Rekrutmen Personil dan Perbekalan termasuk Personil Pengadaan (PPK) Basarnas Tahun Anggaran 2014.
“Dia ikut serta dalam beberapa perbuatan. Ini harus dilihat sebagai perbuatan yang independen. Oleh karena itu, dianggap melanggar hukum dalam banyak hal,” kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Richard Marpong Said di persidangan.
Jaksa dalam tuntutannya mengatakan Max Ruland dan dua terdakwa lainnya melakukan perbuatan tersebut pada tahun 2013 hingga 2014. Richard mengatakan, aksi tersebut dilakukan di kantor Indonesia di Basarnas, Kemayoran, Jakarta Pusat. Ini memperkaya Max Ruland Boeske dengan R2,5 miliar dan William Vidartha dengan R17,9 miliar.
“Dengan membeli truk pengangkut personel dan kendaraan pengangkut penyelamat di Basarnas pada tahun 2014, kami memperkaya diri sendiri atau orang atau perusahaan lain, artinya kami memperkaya William Vidarta dengan sejumlah uang. Rp 17.944.580.000,00 dan nilai terdakwa Max Ruland Boeske. 2.500.000.000,00 dapat menimbulkan kerugian senilai Rp20.444.580.000,00 Rupiah,” jelas jaksa.
Richard menjelaskan, Max dan Anger memerintahkan William, pemenang lelang, menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen untuk pembelian truk tahun 2014 tersebut.
Proposal 15 persen tersebut mencakup 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang.
Selain itu, Richard mengatakan, dari nilai pembelian sejumlah truk tersebut, sebenarnya terpakai sebesar Rp 42.558.895.000, dari jumlah tersebut yang terpakai hanya Rp 32.503.515.000.
Akibatnya, kata dia, terdapat selisih angka lebih bayar yakni sebesar Rp10.055.380.000. Sementara itu, hanya Rp33.160.112.500 yang dikeluarkan untuk pembelian kendaraan penyelamat. Dari anggaran yang ditandatangani sebesar Rp43.549.312.500.
Richard melanjutkan: Ada perbedaan. Rp 10.389.200.000 dari nilai pembelian peralatan
Ini merupakan kerugian finansial bagi negara. 20.444.580.000,00 Rupiah pada perhitungan kerugian negara atas pembelian truk pengangkut personel 4WD dan pembelian kendaraan penyelamat di Badan SAR Nasional (Basarnas) tahun 2014, sebagaimana tercantum dalam berita acara pemeriksaan, pemeriksaan keuangan yang disiapkan oleh tim inspeksi Februari 28 Tahun 2024 Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP)” Yaitu Dia menyimpulkan.
Akibat perbuatannya, Max Ruland Boeske Cs disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 18. Pasal 65 KUHP juncto ayat (1) ke-1