geosurvey.co.id – Pemerintah Rusia telah mengumumkan keadaan darurat lokal di wilayah Bryansk setelah sirene dibunyikan dalam serangan dari Ukraina yang menghancurkan gudang senjata di wilayah tersebut.
Hal tersebut juga dibenarkan Gubernur Bryansk Alexander Bogomaz pada Rabu (9/10/2024) melalui Telegram miliknya.
Dalam keterangan resminya, Bogomaz menyatakan wilayahnya saat ini dalam keadaan darurat menyusul ledakan bahan peledak di gudang senjata militer Rusia.
Sebelum ledakan persenjataan militer Rusia, diketahui bahwa pasukan pertahanan udara Rusia mencegat dan menghancurkan 24 drone di langit Bryansk.
Namun menurut laporan, pecahan roket Ukraina jatuh mengenai bahan peledak yang disimpan di gudang senjata militer di Bryansk.
“Depot senjata menyimpan amunisi untuk sistem rudal dan artileri, termasuk yang dikirim oleh Korea Utara, serta bom jelajah. Sebagian besar amunisi disimpan di tempat terbuka,” kata staf umum militer Ukraina, seperti dikutip Al Arabiya.
Video yang beredar di media sosial memperlihatkan api besar menerangi langit dengan serangkaian ledakan.
Wilayah Bryansk adalah wilayah yang berbatasan dengan Belarus, Ukraina, dan wilayah Kursk Rusia, tempat Moskow berjuang mengusir pasukan Ukraina sejak Agustus. Gudang senjata Rusia menyimpan senjata Korea Utara
Serangan ini dilakukan Ukraina bukan tanpa alasan. Sebuah gudang senjata atau amunisi di wilayah Bryansk diyakini berisi senjata Korea Utara.
Jenis senjata yang ditimbun antara lain peluncur dan peluru artileri, yang semuanya telah digunakan untuk mengebom Ukraina di medan perang.
Informasi tersebut dibenarkan langsung oleh Andriy Kovalenko, kepala pusat penanggulangan disinformasi Dewan Keamanan Nasional Ukraina.
Tak hanya gudang Bryansk, dalam operasi ini, kata Kovalenko, pasukan Ukraina juga menyerang gudang senjata di desa Oktyabrsky, wilayah Tver sehingga menimbulkan kebakaran dan ledakan. Korea Utara dituduh sebagai pemasok senjata Rusia
Hubungan antara Rusia dan Korea Utara membaik dalam beberapa tahun terakhir dan semakin erat, terutama setelah Putin melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022.
Meski kisah cinta Jong Un dan Vladimir Putin mendapat banyak reaksi, namun tak membuat pemimpin Korea Utara itu kembali lagi.
Kim Jong-un secara terbuka menyatakan dukungan dan solidaritasnya kepada pemerintah, tentara, dan rakyat Rusia untuk melakukan operasi militer khusus di Ukraina guna melindungi kedaulatan, kepentingan keamanan, dan integritas wilayahnya.
“Kami menghargai dukungan Anda yang konsisten dan tak tergoyahkan terhadap kebijakan Rusia, termasuk masalah Ukraina,” kata Putin seperti dikutip pada awal pembicaraan dengan Kim.
Untuk mendukung kemenangan Rusia dalam invasinya ke Ukraina, Korea Utara diduga mengirimkan lebih dari 13.000 kontainer ke Rusia, yang diyakini membawa senjata.
Menurut laporan Badan Intelijen Pertahanan Korea Selatan kepada anggota parlemen Partai Kekuatan Rakyat Kang Dae-sik, kontainer tersebut diperkirakan membawa lebih dari 6 juta peluru artileri 152mm.
Pengiriman senjata tersebut dilakukan selama hampir dua tahun dari Korea Utara dari pelabuhan Najin di Korea Utara Timur.
“Untuk melawan perang jangka panjang yang diperkirakan terjadi di Ukraina, Rusia tampaknya telah mengambil langkah-langkah untuk menjadikan Korea Utara sebagai basis pasokan senjata dan amunisi,” kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Yonhap.
Selain mengirimkan kiriman senjata, Presiden Korea Utara Kim Jong Un dikabarkan telah mengirimkan sejumlah pasukan untuk bergabung dengan pasukan Rusia yang bertempur di medan perang di Ukraina.
Pengumuman Pentagon ini disampaikan setelah pertemuan antara Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin pekan lalu. Amerika Serikat percaya bahwa Rusia dan Korea Utara telah menandatangani perjanjian pertahanan strategis rahasia.
Meskipun Korea Utara membantah hal tersebut, Amerika Serikat yakin kedua negara tersebut mendorong tercapainya kesepakatan yang memungkinkan Pyongyang mengirimkan unit tempurnya untuk bergabung dengan pasukan Rusia di wilayah ‘Donetsk.
Sebagai imbalan atas dukungan senjata dari Korea Utara, Rusia diduga memberikan dukungan teknologi untuk pengembangan program rudal dan satelit mata-mata Korea Utara. (geosurvey.co.id/ Namira Yunia)